Menghapus Stereotip Perempuan Sempurna
Jika tiga tahun yang lalu ditanya, “Seperti apa sih perempuan yang sempurna itu?” rasanya langsung ada satu citra terbersit di kepala. Bagi gadis berumur tujuh belas tahun, perempuan yang populer tentu jadi barometer kesempurnaan. Setidaknya bagiku hanya dua kata yang menggambarkan anak-anak populer saat itu: chill dan fun. Dua kata sederhana yang entah mengapa sulit aku praktikkan di keseharianku.
Nyatanya untuk mencapai citra itu tidak semudah yang terdengar. Terlebih lagi untuk aku, si anak yang biasa-biasa saja. Berteman seadanya dan bermain sewajarnya. Bahkan mungkin terlalu biasa sampai jadi kurang menarik bagi orang lain. Alih-alih terlihat fun, aku malah sering kali nampak serius bahkan uptight. Dorongan untuk memenuhi stereotip perempuan sempurna jadi muncul pelan-pelan.
Ternyata, tanpa disadari keinginan yang tadinya hanya timbul di batin ini akhirnya muncul di kepala, dan kemudian menjelma jadi perilaku. Lama-kelamaan aku menemukan diri sendiri sering berkata, “Ya sudah gak apa-apa” kepada hal-hal yang sebenarnya ganjal di hati. Semua dilakukan demi bisa mencapai tujuan utama, menjadi ‘sempurna’ versiku, atau setidaknya mendekati citra itu. Tidak jarang hal ini sampai bikin aku merasa bersalah.
Bisa dibilang usaha menuju kesempurnaan ini cukup berhasil, tapi melelahkan. Butuh banyak energi ternyata untuk bisa melawan keinginan diri sendiri. Jangan salah sangka, diantara semua waktu itu aku juga banyak belajar. Berteman dengan kelompok yang berbeda dan mencoba kegiatan yang tidak pernah aku lakukan sebelumnya. Walau begitu, terkadang aku merasa itu semua aku akukan untuk orang lain, untuk sebuah citra ‘sempurna’ versiku, bukan untuk aku.
Disukai oleh banyak orang memang menyenangkan. Sama sekali tidak ada yang salah dengan menjadi chill atau fun. Namun tidak ada juga yang salah dengan menjadi serius dan kurang populer. Aku jadi sadar kalau kadang aku memang tidak chill. Terkadang aku memang senang untuk berbicara hal-hal yang lebih serius. Aku belajar bahwa untuk menjadi menyenangkan juga bukan berarti mengiyakan segala hal. Sekarang aku tau bahwa tidak ada satu rumus pasti menuju seorang perempuan yang sempurna.
Ini bukan lagi tentang seberapa banyak teman yang ia punya atau berapa jumlah likes di foto terbaru instagramnya. A ‘perfect’ girl stays true to herself. Perempuan yang sempurna adalah dia yang berani memilih untuk menjadi apa yang dia mau. Dia yang tidak takut akan label atau stereotip. Dia percaya bahwa menjadi diri sendiri adalah satu-satu nya pilihan yang ada.
Lihat ke cermin, perempuan sempurna sudah ada di sana, sedang menunggu untuk ditemukan.