Apa pun Alasannya, Kekerasan dalam Relasi Tidak Boleh Dinormalisasi
Setuju kan kalau salah satu red flag dalam relasi antar-pasangan adalah kekerasan? Mirisnya, menurut data Komnas Perempuan terbaru di tahun 2021, laporan tentang kekerasan dalam pacaran menempati peringkat ketiga setelah kasus kekerasan dalam rumah tangga dan kekerasan seksual lho.
1200 laporan kekerasan dalam pacaran diterima Komnas Perempuan sejak awal Januari hingga Oktober 2021 silam. Yang dilaporkan saja sebanyak itu jumlahnya. Bagaimana dengan korban yang belum melapor dan masih bersama pasangan mereka yang abusif? Bisa jadi sahabat, orang terdekat, atau kita sendiri yang kelihatannya baik-baik saja juga mengalaminya.
Isu ini kembali menjadi trending topic di jagad maya akibat sebuah video ceramah seorang ustadzah yang viral baru-baru ini. Kisahnya tentang seorang istri yang jadi korban KDRT oleh suaminya. Menerima kekerasan fisik sampai menangis, namun memilih untuk “menutupi aib” suaminya. Plot twist-nya lagi, menurut kisah ini, suaminya justru jadi luluh dan semakin sayang pada sang istri dan pendengar ceramah seolah di-encourage untuk mengikuti tindakan sang istri kalau-kalau menjadi korban kekerasan.
Hmm, ketika mendengar kisah kamu termasuk yang bingung dan geram juga, atau justru setuju?
Sebenarnya, tanpa butuh dorongan tambahan seperti ini, konstruksi sosial pun selama ini membuat korban kekerasan antar-pasangan sudah sulit mendapatkan ruang aman untuk melapor bukan? Coba deh ingat-ingat lagi cerita Lily dan Ryle dari novel ‘It Ends with Us’ karya Colleen Hoover atau kisah Lala dan Yudhis di film Posesif (2017). Sudah babak-belur pun Lily dan Lala tetap mati-matian menutupi tindak kekerasan pasangan mereka.
Sebagai perempuan, yuk kita sama-sama hentikan normalisasi dan romantisasi kekerasan dalam relasi.
Tindak kekerasan bukan aib pasangan yang perlu ditutupi
Berbagai aliran agama mengajarkan untuk menutupi aib pasangan, tidak mengumbar masalah yang sifatnya privasi. Well, guess what? Kekerasan yang dilakukan pasangan bukan lah “aib” yang dimaksud. Kalau pasanganmu suka malas cuci piring, menaruh cucian kotor sembarangan, tidur mendengkur dengan keras, masih sah-sah saja ditutupi. Melakukan kekerasan pada pasangan adalah tindak kriminal yang tidak pantas dilakukan dan bukan hal yang tabu untuk dilaporkan.
Masalah dalam relasi bisa diselesaikan dengan komunikasi dan komprehensi yang terbuka
Kasus tindak kekerasan dalam relasi tidak selalu sama. Ada yang tiba-tiba meledak begitu saja ketika kamu dan pasangan menghadapi suatu masalah, tapi ada yang sudah bisa kelihatan ‘bakatnya’ dari red flags lain. Misalnya mulai dari microaggression, seperti perkataan kasar atau sindiran yang sifatnya pasif-agresif, atau gaslighting dan manipulasi.
Masalah wajar saja terjadi kok. Namun sebelum berakhir dengan kekerasan, bisa dikomunikasikan dengan kepala dingin. Hadapi masalahmu dengan kesadaran penuh dan mindful.
Menggunakan kekerasan bukan tanda sayang!
“Aku tuh mukul kamu karena sayang.” No, no, no. Ada milyaran cara menunjukkan kasih sayang pada pasanganmu dan melakukan kekerasan yang berakar dari kemarahan tidak termasuk didalamnya. Melindungi pasangan yang melakukan tindak kekerasan juga bukan lah bentuk kasih sayang kamu padanya.
KDRT tidak dibenarkan dengan alasan apa pun, termasuk agama
Seperti poin pertama, alasan apa pun tidak ada yang bisa menjustifikasi tindak kekerasan antar-pasangan atau KDRT. Bukan dalil agama, bukan tradisi dan adat leluhur, atau apa pun itu.
It’s not your job to fix your abusive partner, but you can help them seek professional help
Pasangan yang abusif membutuhkan pertolongan, itu benar. But it’s not your responsibility to fix them. “Aku sayang banget dan pingin dia jadi orang yang lebih baik. Harus apa dong?” Kamu bisa bantu carikan pertolongan profesional. Tapi kalau ternyata pasanganmu tidak mau menerima, then your job is here done.
Pesan saya yang terakhir untuk para perempuan yang membaca ini: kalau kamu adalah korban KDRT atau kekerasan yang dilakukan pasangan, ingat bahwa tidak ada alasan apa pun yang membuat kamu pantas menerima kekerasan dalam bentuk apa pun. Staying in an abusive relationship and enabling abusive behaviors will only do you harm in the long run.
Girls, you deserve to be loved in all the right ways. Stay safe.