Mengejar Passion dalam Karier: Yes or No?
Banyak yang bilang berkarier sesuai passion itu impian, tapi gak jarang juga yang komentar, “Gak usah ngimpi, mau makan apa lu nanti?” Kenyataannya, menjalani hal itu memang gak semudah membalik telapak tangan, tapi bukan berarti gak mungkin dilakukan.
Lygia, perfumer atau peracik parfum asal Indonesia, menjadi bukti nyatanya. Sejak menyadari passion-nya di dunia perfumery, Lygia langsung mantap memutuskan ingin berkarier menjadi perfumer. Gak main-main, untuk merintis kariernya, Lygia belajar langsung di ISIPCA, universitas ternama di Paris yang secara khusus mengajarkan tentang fragrance dan kosmetik. Lygia pernah menjadi junior perfumer dan saat ini sedang menjadi perfumer independent sekaligus menjalani bisnisnya, yaitu The Sensory Club Academy.
Mengejar passion dalam berkarier tentu dijalani Lygia dengan banyak pertimbangan. Apa aja, sih, pertimbangannya?
Love
“Passion itu gak cukup, aku harus bener-bener yakin. Do I love it? Apakah aku bisa mencintai ini biarpun aku menemui tantangan, atau nanti selama kerja ketemu itu-itu lagi, terus ketemu masalah, apakah aku masih akan tetep setia sama pekerjaan itu?”
Menurut Lygia, passion bisa redup, tapi cinta bisa membangkitkan kembali semangat itu. Di dalam cinta tentu ada komitmen dan cinta pula yang mengingatkan kembali mengapa dari awal kamu memilih jalan itu.
Namun, cinta punya musuh terbesarnya, yakni rasa jenuh dan bosan!
“At some point tetep bakal ketemu yang namanya titik jenuh. Contohnya aku, setiap hari lihat parfum di kantor, udah tau isi parfum ini kira-kira apa, harganya berapa. Sampai waktu itu aku 4 tahun gak beli parfum sama sekali.”
Menjalani pekerjaan berulang setiap hari membuat Lygia merasa 'lost', menurutnya pekerjaan itu sangat monoton. Lygia tidak menyangka bisa merasakan ini pada pekerjaan yang sesuai dengan passion-nya. Namun, hal itu tidak membuat Lygia memutuskan keluar. Setiap merasakannya, Lygia langsung melakukan hal yang membuatnya ingat mengapa memilih jalan itu.
Gigih
Meski sesuai passion, tentu merintis dan menjalani karier tetap butuh kerja keras. Untuk Lygia, menjadi perfumer makan waktu bertahun-tahun. Mulai dari S1 di bidang kimia, S2 di Paris, menjadi perfumer trainee selama tiga tahun, baru setelah itu masuk dunia perfumery yang ‘sesungguhnya’, yakni menjadi junior perfumer di fragrance house. Waktu dan tenaga dikuras habis-habisan untuk meraih mimpi ini.
“Ketika kamu udah ambil keputusan itu, bener-bener have that grit and perseverance to chase what you really want, dan selalu inget alasan kenapa kamu mengambil keputusan itu.”
What is the worst case?
Pikirkan hal paling buruk yang bisa terjadi kalau kamu ambil karier sesuai passion. Lygia mempelajari hal ini dengan cara yang berat karena hal terburuk yang terjadi ternyata yang sebelumnya tidak pernah terpikirkan, yakni harus keluar dari pekerjaannya saat sedang dalam puncak tertinggi kariernya.
Untuk alasan tertentu, Lygia harus pindah ke Paris, meninggalkan pekerjaannya sebagai perfumer di Indonesia, padahal saat itu ada project besar yang sedang dilakukannya. Meninggalkan zona nyaman yang merupakan impian tentu gak mudah sama sekali.
“Ada masa-masanya aku gak tau mau ngapain. Waktu pindah juga masih belum tau bakal ada kerjaan atau engga di sini (Paris).”
Namun, ada hal yang bisa kita pelajari dari Lygia, yakni punya waktu untuk bersedih, tapi gak tenggelam di dalamnya. Setelah itu, Lygia bangkit untuk kembali menghidupkan passion yang ia punya.
“Pasti walaupun mungkin aku akan stagnan dulu beberapa saat, aku yakin bisa nemuin something di sini, gue gak boleh diem aja, gitu.”
Sekarang, Lygia sudah bangkit dan menjalani karier sebagai perfumer independent dan menjalani The Sensory Club Academy yang memberi akses belajar bagi orang-orang yang tertarik di dunia perfumery. Lygia belajar banyak hal baru, bahkan menemukan passion barunya, yakni mengajar.
“Sekarang aku lebih ngeliat opportunity, kalau ada opportunity apapun, ya udah, gue ambil. Aku ngerasa bener-bener keluar dari comfort zone, keluar dari bubble aku. Tadinya, aku mikir aku bisa dibilang sukses kalau punya job title as a perfumer, tapi kenyataannya gak kayak gitu.
Aku lebih mengenal diri aku sendiri dan bisa melihat bahwa identitas itu bukan pekerjaan atau title, tapi, ya, siapa diri lo. Kalau kamu punya identitas diri yang kuat, you know what you want, kamu bakal bisa ambil opportunity atau melakukan apapun yang ada di sekitarmu”
Realistis
Satu hal yang selalu Lygia tekankan adalah realistis! Ketiga hal tadi gak akan bisa jalan tanpa punya mindset yang satu ini.
“Pokoknya harus realistis, you have to make sure you can put the food on the table, karena kamu gak bakal bisa konsentrasi di hal yang bahkan passion kamu kalau kebutuhan itu gak terpenuhi.”
Apakah kamu bisa memenuhi segala kebutuhan hidup dengan menjalani karier sesuai passion? Pertanyaan ini gak enak banget didengar, tapi mau gak mau kita harus tanya ke diri sendiri. Kalau jawabannya iya, tentu gak ada masalah. Kalau jawabannya tidak, keputusannya tetap ada di kamu, apakah kamu akan terus mempertahankan itu atau mencari jalan agar kebutuhanmu bisa tetap terpenuhi.
“Be realistic, if you have to pivot, pivot! Aku bukan orang yang bilang follow your passion, i think we have to be realistic dan menurut aku it’s also a privilege to be able to work at what you’re passionate about.”
Setelah tahu 4 hal itu, yuk kembali ke pertanyaan judul artikel ini: Mengejar passion dalam berkarier, yes or no?’ Coba pelan-pelan pertimbangkan jawabannya dengan melihat 4 faktor tadi. Sebab faktanya, gak ada yang tahu jawabannya kecuali diri kamu sendiri!