Merasa Emotionally Unavailable? Bisa Jadi Kamu Punya Avoidant Attachment Style!
Setiap manusia memiliki pola keterikatan (attachment style) dalam menjalin hubungan dengan orang-orang di sekitarnya. Ada 4 jenis pola keterikatan, dan salah satunya adalah avoidant. Loh, bukannya biasanya orang yang selalu menghindar merasa nggak punya keterikatan sama orang lain, ya? Terus gimana, dong?
Baca juga: Pengen Pacaran Tapi Takut Berkomitmen? Bisa Jadi Kamu Punya Fearful-Avoidant Attachment Style
Mengenal Gaya Keterikatan Avoidant
Sesuai namanya, avoidant attachment style adalah gaya atau pola keterikatan yang membuatmu cenderung menjaga jarak, baik secara fisik atau emosional, dengan orang lain. Pola keterikatan ini nggak hanya berlaku dalam hubungan asmara saja, tetapi juga dengan keluarga atau teman. Gaya keterikatan avoidant biasa disebut juga sebagai dismissive attachment style.
Secara umum, gaya keterikatan yang kita miliki adalah hasil dari pola asuh orang tua semasa kecil. Orang tua yang bersikap abai terhadap anaknya dapat mengakibatkan sang anak memiliki gaya keterikatan avoidant. Pengabaian nggak hanya terjadi secara fisik, tetapi juga emosional. Berikut adalah beberapa hal yang dilakukan orang tua yang bisa menyebabkan anak memiliki gaya keterikatan avoidant:
- Mengabaikan anak ketika menangis, merajuk, atau mengekspresikan perasaan yang dianggap negatif (marah, sedih, kecewa, malu, dll.)
- Memarahi, mencibir, atau merendahkan anak ketika menunjukkan reaksi atau ekspresi yang dianggap berlebihan
- Tidak menunjukkan reaksi emosional terhadap anak (misalnya, ketika anak menceritakan masalahnya atau memamerkan prestasinya)
- Menjadikan masalah yang anak hadapi sebagai bahan gurauan
- Menghindari kontak fisik dengan anak
Singkatnya, orang tua yang kurang berempati dapat menyebabkan anak memiliki avoidant attachment style. Sebab, anak merasa bahwa kebutuhan emosionalnya selalu diabaikan dan tidak pernah terpenuhi. Selain itu, anak terbiasa menganggap kedekatan secara fisik atau emosional sebagai bentuk kerentanan.
Baca juga: Apa Itu Inner Child dan Mengapa Bisa Terluka?
Tanda-tanda Gaya Keterikatan Avoidant
Seseorang yang punya gaya keterikatan avoidant biasanya akan menunjukkan sikap emotionally unavailable. Dalam kata lain, mereka tidak memiliki kapasitas untuk menyalurkan emosi yang dimiliki, maupun berempati terhadap orang lain. Di bawah ini adalah sejumlah pertanda kamu memiliki gaya keterikatan avoidant:
- Menghindari intimasi secara fisik dengan orang lain (termasuk kontak mata)
- Mengalami kesulitan untuk mengekspresikan diri atau berbagi keluh-kesah dengan orang lain
- Sering memendam masalah atau perasaan yang dianggap negatif (bottling up)
- Menganggap seseorang clingy atau manja hanya karena ingin lebih dekat secara emosional denganmu
- Takut akan disakiti atau dikhianati ketika menunjukkan intimasi dengan orang lain
- Menunjukkan kemandirian yang sangat kuat
- Sulit minta tolong kepada orang lain
- Cenderung menyendiri ketika menghadapi masalah
- Takut terhadap penolakan
Seseorang dengan gaya keterikatan avoidant biasanya menunjukkan sikap yang sangat tenang sekalipun berada dalam situasi yang penuh tekanan. Namun, sikap tersebut muncul bukan karena mereka memiliki manajemen emosi yang baik. Mereka bersikap demikian karena menganggap perilaku emosional adalah bentuk kerentanan.
Apabila kamu memiliki gaya keterikatan avoidant, biasanya kamu juga mudah menyepelekan perasaan orang lain. Kamu sering menganggap orang lain bersikap lebay atau baperan. Selain itu, kamu nggak mengizinkan orang lain untuk berkeluh-kesah atau meminta bantuan padamu ketika mengalami masalah. Kamu pun nggak mengizinkan dirimu sendiri untuk bersikap demikian terhadap orang lain.
Baca juga: Suka Sama Cowok yang Lebih Tua karena Daddy Issues? Mengenal Daddy Issues dan Pertandanya
Dampak dan Penanganan Gaya Keterikatan Avoidant
Gaya keterikatan avoidant dapat berdampak sangat buruk terhadap interaksi dan relasimu dengan orang-orang di sekitarmu. Biasanya, kamu sulit menjalin hubungan percintaan maupun pertemanan yang sangat intim. Selain itu, kemungkinan kamu akan menjadikan hubungan kasual, seperti friends with benefits (FWB), one-night stand/hookup, dan sebagainya sebagai pelarian. Sebab, kamu nggak perlu menjalin intimasi secara emosional dalam jenis hubungan tersebut.
Apabila kamu memiliki atau mengasuh seorang anak, kamu cenderung mengabaikan kebutuhan emosional mereka. Akibatnya, terjadi siklus pola keterikatan avoidant secara terus-menerus.
Apakah gaya keterikatan seseorang dapat berubah? Tentu saja bisa! Namun, proses mengubah gaya keterikatan memang nggak mudah dan instan. Berikut adalah sejumlah tips buat kamu yang memiliki gaya keterikatan avoidant:
Beri Validasi Terhadap Perasaanmu
Setiap orang pasti mengalami berbagai jenis emosi. Setidaknya terdapat 6 emosi dasar (basic emotions) yang dirasakan oleh manusia, yaitu gembira, sedih, takut, jijik/muak, marah, dan terkejut. Semuanya itu adalah emosi yang wajar untuk dirasakan.
Selain itu, perlu diingat bahwa nggak ada yang namanya emosi negatif. Anggapan tersebut membuat kita merasa ada keharusan untuk menekan, memendam, atau mengabaikan perasaan-perasaan yang dinilai negatif. Contoh, takut, kecewa, sedih, malu, dan sebagainya.
Ketika mendapat hadiah, wajar kalau kamu merasa gembira. Atau ketika temanmu tiba-tiba membatalkan janji nongkrong, wajar kalau kamu merasa marah atau sedih. Jadi, berilah validasi terhadap perasaanmu. Jangan takut merasa lebay atau baperan, ya.
Baca juga: Lagu-lagu tentang Self Love yang Bisa Membangun Kepercayaan Dirimu Lagi
Berempati Terhadap Orang Lain
Sebagai seseorang dengan gaya keterikatan avoidant, kamu mungkin akan kesulitan berempati terhadap orang lain. Namun, cobalah menekankan pada diri sendiri bahwa setiap orang memiliki kepribadian yang berbeda-beda. Selain itu, setiap orang juga datang dari latar belakang yang berbeda-beda. Karenanya, cara orang lain bereaksi atau menghadapi sesuatu bisa jadi berbeda dengan caramu.
Maka dari itu, kamu nggak bisa serta-merta menganggap orang lain lebay, baperan, atau sebagainya hanya karena mereka punya respons berbeda terhadap suatu masalah. Meskipun menurutmu sikap mereka berlebihan, tapi simpanlah anggapanmu tersebut untuk diri sendiri. Kamu nggak perlu mengutarakannya kepada mereka, apalagi dengan nada mencibir atau merendahkan.
Menulis Jurnal
Journaling merupakan salah satu metode terapi yang sering direkomendasikan oleh psikolog maupun psikiater. Menulis jurnal nggak hanya menjadi sarana pelepas stres, tetapi juga membantumu untuk mengungkapkan uneg-uneg yang selama ini kamu pendam sendiri.
Tulislah apa yang terjadi hari ini, apa yang kamu rasakan, dan apa pun keluh-kesah yang kamu miliki. Kegiatan journaling dapat membantumu mengenali perasaan yang kamu miliki. Selain itu, hal ini juga melatih kamu untuk menyalurkan serta mengelola emosi.
Cari Support System
Salah satu permasalahan utama orang dengan gaya keterikatan avoidant adalah sulit bersikap terbuka pada orang lain. Sebab, kamu menganggap kedekatan secara emosional sebagai bentuk kerentanan. Selain itu, kamu dibayangi rasa takut apabila orang lain akan memanfaatkan, menyakiti, bahkan mengkhianatimu karenanya.
Bagaimana pun, kita akan selalu membutuhkan orang lain sebagai support system. Karenanya, cobalah mencari sosok yang bisa kamu percayai. Carilah seseorang yang kamu yakin nggak akan menghakimi, merendahkan, atau memanfaatkan kedekatannya denganmu. Orang tersebut bisa kamu temui dalam keluarga, pertemanan, maupun komunitas.
Baca juga: Rekomendasi Film Indonesia yang Bicara soal Hubungan Orang Tua dan Anak
Konseling ke Tenaga Profesional
Seperti yang sudah disebutkan, proses mengubah gaya keterikatan memang nggak mudah. Karena itu, kamu bisa minta bantuan tenaga profesional untuk mengatasi avoidant attachment style yang kamu miliki. Psikolog dapat membantumu mengidentifikasi permasalahan yang kamu punya hingga ke akarnya. Selain itu, psikolog akan memberikan solusi atau penanganan yang tepat atas permasalahanmu.
Baca juga: Rekomendasi Buku yang Bahas Trauma Masa Kecil
Kamu memang nggak bisa memilih untuk lahir dari orang tua yang seperti apa. Kamu juga nggak bisa mengubah pola asuh yang telah digunakan oleh orang tua untuk membesarkanmu. Namun, kamu selalu punya pilihan untuk bangkit dari masa lalu. Jadi, daripada sibuk menyalahkan orang tua yang bikin kamu punya gaya keterikatan avoidant, lebih baik kamu fokus memulihkan diri. You will always have a chance to be a better version of yourself! Semangat, ya, girls!
Kalau kamu butuh safe space untuk ngobrol seputar family and relationship, serta isu-isu kesehatan mental, yuk gabung ke Girls Beyond Circle! Klik di sini untuk join, ya!
Comments
(0 comments)