Kasus Mario, David, dan Inisial A Mencerminkan Child Grooming yang Masih Dinormalisasikan di Indonesia
Girls, kalian pasti familiar dengan satu kasus yang lagi jadi sorotan. Yup, insiden anak pejabat DJP Kementerian Keuangan yang diduga melakukan penganiayaan tingkat sadis, bahkan korbannya pun masih dalam kondisi koma hingga saat ini. Serem!
Jadi, kejadiannya terjadi pada Senin, 20 Februari 2023 di Pesanggrahan, Jakarta Selatan. Mario Dandy Satrio, menghampiri David dan menganiayanya sampai parah. Ini bermula dari gadis inisial A, pacar Mario, yang melapor kepada Mario bahwa ia pernah mendapat perlakuan yang nggak baik dari David sebelumnya. Setelah diselidiki, ternyata Mario ini anaknya pejabat pajak! Fakta ini bikin situasi semakin heboh.
Namun, satu hal yang juga menjadi highlight adalah hubungan Mario dengan inisial A yang seharusnya mengundang rasa prihatin. Di sini, inisial A berusia 15 tahun. Sementara itu, Mario sendiri sudah berusia 20 tahun. Seorang anak di bawah umur dan seorang dewasa. Hmm, seems dangerous, ‘kan?
Sayangnya, kasus-kasus remaja atau anak-anak di bawah umur yang berhubungan dengan orang dewasa itu banyak banget di Indonesia. Yang bikin lebih miris lagi, hal ini sering diabaikan oleh masyarakat. Padahal, ini bisa jadi bentuk child grooming yang berpotensi membahayakan.
Yuk, kita pahami lebih lanjut!
Baca juga: 5 Tanda Inner Child yang Terluka, Adakah Kamu?
Apa Itu Child Grooming?
Istilah ini nggak banyak diketahui oleh orang Indonesia. Child grooming adalah ketika seseorang yang lebih tua, biasanya sudah berusia dewasa, membangun hubungan emosional dengan seseorang usianya di bawah umur dewasa, biasanya remaja atau anak.
Anak-anak atau remaja yang jatuh ke dalam child grooming bisa jadi korban kekerasan seksual dan eksploitasi. Loh, kok bisa?
Ini karena child grooming juga digunakan untuk membangun kepercayaan antara korban dengan pelaku. Jadi ketika korban berhasil dimanipulasi sedemikian rupa, pelaku bisa melakukan apa saja kepadanya.
Di Indonesia sendiri, ambang usia yang sesuai hukum adalah 18–19 tahun. So, seorang anak yang terlibat hubungan child grooming umurnya biasanya di bawah 18 tahun. Berbeda dari hubungan-hubungan sesama orang dewasa yang ada age gap, ya.
Kita nggak bisa menyamakan pasangan yang berusia 24 tahun dan 30 tahun dengan child grooming karena keduanya adalah orang dewasa yang sudah bisa berpikir dengan matang dan secara legal sah. Itulah sebabnya kasus-kasus kekerasan yang berawal dari child grooming melibatkan anak-anak kecil dan remaja.
Baca juga: Siap Membangun Healthy Relationship? Kenali Pertanda Kamu Punya Secure Attachment Style!
Child Grooming Masih Dinormalisasikan di Indonesia
Sayangnya, child grooming nggak dianggap aneh oleh banyak orang Indonesia.
Sebagai perempuan, kita sering mendengar hal-hal seperti bahwa pacaran dengan laki-laki yang lebih tua itu lebih baik karena mereka lebih bertanggung jawab dan dewasa. Bahkan, nggak sedikit dari orang tua kita yang jarak usianya jauh. Ini menunjukkan pemahaman tersebut sudah turun-temurun dan dianggap normal.
Akhirnya, pernikahan antara anak dan dewasa pun sampai sekarang masih marak banget di Indonesia, apalagi di daerah-daerah kecil. Lebih parahnya lagi, sebagian dari pernikahan ini berujung pada kekerasan.
Menurut data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), ada 11.952 kasus kekerasan anak di Indonesia yang terjadi karena child grooming. Ini data dari tahun 2021, loh. Bayangkan jumlah peningkatannya sekarang!
Pemahaman sebagian masyarakat yang masih tradisional dan konservatif jadi alasan normalisasi ini. Sikap mereka yang keras kepala dan menolak progresivitas juga jadi faktor!
Baca juga: Suka Sama Cowok yang Lebih Tua karena Daddy Issues? Mengenal Daddy Issues dan Pertandanya
Patriarki Juga Menjadi Alasan Maraknya Child Grooming
Pemahaman turun-temurun tentang bagaimana seorang anak perempuan akan lebih baik kalau menjalin hubungan dengan pria yang lebih tua membuat anak-anak juga menganggap hal ini biasa.
Akan tetapi, ada alasan-alasan lain di balik ini.
Sebagai negara yang lumayan patriarkis, perempuan secara nggak sadar akan selalu mencari pengakuan atau validasi dari laki-laki. Mereka cenderung akan lebih menghargai pendapat, terutama pujian dan perhatian, dari laki-laki ketimbang pendapat mereka sendiri atau pendapat dari perempuan lain. Hal ini disebut sebagai male validation.
Terlebih itu, anak-anak juga lebih menyukai pengakuan dari orang dewasa, which is wajar. Bahayanya adalah ketika orang dewasa menyalahgunakan hal ini. Anak-anak perempuan pun malah mencari validasi dari orang-orang dewasa karena dirasa lebih memuaskan. Ini juga semacam self-confidence boost bagi mereka.
Padahal, hal ini sama sekali nggak baik, ya, girls. Terkadang, usia nggak selalu menjamin tingkat kedewasaan dan kemampuan tanggung jawab seseorang. Kalian juga nggak perlu pengakuan dari siapa pun untuk menyukai diri sendiri, apalagi dari pria yang lebih tua!
Baca juga: Anak Perempuan Pertama Sering Depresi, Kenali 3 Penyebab Eldest Daughter Syndrome
Tanda-tanda Pelaku Child Grooming
Child grooming banyak tandanya. Mari pahami tanda-tanda pelaku yang sedang melakukan child grooming agar kamu atau orang terdekatmu bisa terhindar dari upaya child grooming!
Pelaku Terus Memuji atau Memberi Hadiah
Seorang pelaku child grooming akan banyak memberi pujian, baik pujian terhadap penampilan fisik maupun hal-hal lainnya, kepada korban. Ini bisa dilakukan lewat online melalui chat dan media sosial atau pun di kehidupan nyata.
Awalnya, pelaku akan mengomentari hal-hal yang biasa, seperti, “Kamu hebat!” atau “Kamu pintar!” Namun, lama-kelamaan perkataan-perkataan itu bisa menjadi seksual. Hadiah-hadiah yang diberikan pun awalnya akan terlihat biasa. Kemudian, hadiah-hadiah tersebut akan menjadi semakin besar, banyak, dan mahal.
Baca juga: Pengen Pacaran Tapi Takut Berkomitmen? Bisa Jadi Kamu Punya Fearful-Avoidant Attachment Style
Sering Meluangkan Waktu dengan Korban
Pelaku akan selalu ingin meluangkan waktu dengan korban. Ia akan mengajak korban pergi atau bahkan menghampiri korban secara langsung. Ketika diajak pergi, pelaku akan pelan-pelan beralih dari tempat-tempat umum, seperti mall, kafe, atau restoran, ke tempat-tempat sepi, seperti rumah pelaku itu sendiri. Nggak cuma diajak pergi, pelaku juga ingin meluangkan waktu secara virtual lewat video call, voice call, dan chat. Pokoknya, waktu dan frekuensi mereka menghabiskan waktu bareng akan terlihat nggak normal.
Pelaku Melakukan Kontak Fisik
Jika pelaku sudah mulai melakukan kontak fisik, ini sudah tergolong parah banget. Kontak fisik yang dimaksud, seperti membelai, memeluk, dan bahkan mencium. Namun, kebanyakan korban nggak akan merasa aneh dengan kontak fisik ini karena sudah terlalu dimanipulasi oleh pelaku. Ingat, kontak fisik apa pun nggak bisa ditoleransi! Pahami boundaries atau batasan yang harus dibangun.
Baca juga: Mengenal Orthorexia, Ketika Pola Makan Sehat Jadi Obsesi
Pelaku Mulai Mendekati Keluarga Korban
Eits, para pelaku child grooming punya banyak strategi. Mereka juga akan mendekati korban melalui pihak-pihak lain, seperti keluarga korban. Pelaku biasa akan berusaha untuk berteman dengan orang tua atau saudara pelaku agar terkesan baik. Setelah menjalin hubungan dengan keluarga, pelaku akan mulai bertanya-tanya kepada keluarga tentang keberadaan dan kehidupan korban.
Bahayanya, hal ini nggak bakal terlihat aneh karena keluarga juga sudah ikut dimanipulasi oleh pelaku! Mendekati keluarga juga bisa menjadi cara mereka untuk mendapat “restu” dari keluarga. Ih, merinding, nggak, sih?
Baca juga: Romantis atau Manipulatif? Yuk, Kenalan dengan Love Bombing!
Kita nggak tahu sepenuhnya latar belakang hubungan Mario dan inisial A. Akan tetapi, perbedaan usia mereka jelas bukan suatu hal yang normal dan tentunya perlu dipertanyakan. Inisial A bukan satu-satunya korban dari hubungan orang dewasa dengan anak di bawah umur, masih banyak anak di luar sana yang juga terlibat dalam situasi yang serupa.
Jadi, ingat bahwa child grooming itu nggak bisa dibiarkan begitu saja, ya! Jika kamu melihat orang lain menjadi korban child grooming, segera laporkan ke Komnas Perempuan, Komnas HAM, call center SAPA (021-129), atau kantor polisi terdekat.
Mau tahu lebih mengenai bahaya child grooming atau isu-isu lainnya yang masih dinormalisasi di Indonesia? Bergabung ke Girls Beyond Circle, yuk! Klik di sini untuk bergabung.