Bayangkan, kamu sedang menghadiri konser NCT Dream yang diselenggarakan baru-baru ini. Kamu cukup beruntung untuk mendapat tempat duduk yang lumayan dekat dengan panggung. Selama konser, kamu merasa bahwa beberapa kali bias-mu bertemu dengan tatapan matamu. Wajah tampan member NCT Dream tersebut tampak tersenyum setiap memandangmu.
Seketika, kamu merasa spesial. Dirimu berhasil di-notice beberapa kali olehnya. Bahkan, kamu juga mendapat perlakuan istimewa. Kamu pun berpikir, “Duh, dia benar-benar perhatiin gue, ‘kan, ya?”
Duar! Seperti fanfiction, bukan? Apa kamu yang penggemar K-Pop dan pernah nonton konser demi melihat bias sempat mengalami hal yang sama? Ini sebenarnya salah satu bentuk parasocial interaction yang kerap dialami oleh fans K-Pop.
Apa itu parasocial interaction? Yuk, simak lebih lanjut!
Baca juga: Mengenal Perilaku Bias is Mine yang Bikin Kamu Jadi Posesif sama Idola
Memahami Parasocial Interaction

Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Dibble et al. pada 2015, parasocial interaction atau interaksi parasosial didefinisikan sebagai ketika pengguna media, yaitu kita sendiri, memberi reaksi terhadap pelaku media yang menunjukkan seolah-olah kita adalah bagian dari pelaku media atau berinteraksi secara langsung dengan pelaku media.
Supaya lebih simple, parasocial interaction terjadi ketika ada “interaksi” antara kita dan artis, karakter buku, tokoh film, atau lainnya, saat kita melihat mereka. Kita memercayai bahwa interaksi tersebut asli dan dirasakan secara dua arah, padahal apa pun yang terjadi bersifat palsu dan terjadi pada satu pihak, yaitu kita sendiri. Jadi, bisa dibilang halu, sih.
Salah satu contoh parasocial interaction adalah ketika kamu menghadiri konser dan merasa bahwa artis di panggung memperhatikan kamu. Contoh lain adalah ketika kamu sedang menonton film dan merasa bahwa kamu adalah bagian dari karakter-karakter dan cerita film tersebut.
Parasocial interaction sering terjadi, terutama di kalangan penikmat K-Pop. Adanya acara-acara yang mendekatkan idol dengan fans-nya, seperti fansign, fanmeet, showcase, dan konser, semakin mendorong terjadinya parasocial interaction.
Ketika parasocial interaction berlangsung secara terus-menerus, hal ini bisa berubah menjadi parasocial relationship. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai parasocial relationship, kamu bisa baca di sini!
Baca juga: Halu Pacaran sama Idola Wajar Nggak, Sih? Serba-serbi Hubungan Parasosial ala Penggemar K-Pop
Parasocial Interaction Sebagai Motivasi dan Inspirasi

Parasocial interaction membawa beberapa dampak positif, seperti memberi motivasi dan menjadi sumber inspirasi untuk berkarya, belajar, serta berkarier.
Tidak jarang fans-fans K-Pop menyalurkan kreativitas mereka melalui fanart dan fanfiction. Selain itu, ada pula fans yang memulai bisnis penjualan merch K-Pop mereka sendiri. Eksistensi idol juga bisa menjadi penyemangat yang “memberi energi” bagi para penggemar K-Pop untuk menjalani hari.
Menurut Lektor Psikologi University of Houston Jaye Derrick, Ph.D., parasocial relationship juga mampu mendekatkan orang-orang yang kurang percaya diri dengan sosok-sosok ideal mereka.
Dengan demikian, mereka pun akan terdorong untuk mengubah sifat dan sikap mereka menjadi lebih positif, baik tentang diri sendiri maupun hal-hal lain.
Baca juga: Habis Nonton Konser, Kok Malah Sedih? Yuk, Kenalan sama Post-Concert Depression!
Sisi Gelap Parasocial Interaction

Di sisi lain, parasocial interaction sudah lama menjadi bahan perdebatan. Parasocial interaction dinilai dapat merusak kemampuan seseorang dalam berinteraksi dengan orang-orang di sekitarnya. Hal ini karena parasocial interaction mampu menggantikan interaksi sosial seseorang di dunia nyata.
Kesehatan mental seseorang juga bisa menurun akibat terlalu sering terpapar parasocial interaction. Parasocial interaction membuat orang seolah-olah “tenggelam” dalam dunia idol yang mereka cintai dan fantasi-fantasi yang dibuat.
Tidak hanya itu, ada pula isu kapitalisme dan komodifikasi idol karena parasocial interaction. Banyaknya fanmeet dan fansign yang dibuat oleh perusahaan-perusahaan agensi K-Pop menjadikan para idol sebagai komoditas hiburan. Idol-idol ini dipaksa untuk tetap bersikap sopan, ramah, dan terkadang harus “romantis” untuk menghibur fans yang telah menghadiri acara.
Tindakan ini tentu menguras tenaga, khususnya tenaga mental. Tidak semua orang bisa bersikap ceria dan terus tersenyum selama berjam-jam untuk melayani ratusan atau ribuan fans secara langsung. Dengan ini mereka juga telah menjadi korban emotional labor industri K-Pop.
Baca juga: Selain Heo Solji “EXID”, Ini Beberapa Selebriti yang Punya Karier Sukses di Luar Dunia Hiburan
Jadi… Sebenarnya Parasocial Interaction Baik Atau Tidak?
Soal baik atau tidaknya, ini balik lagi ke diri para fans. Bagaimana mereka memilih untuk menyikapi dan menggunakan parasocial interaction menentukan baik atau buruknya hal tersebut.
Kalau kamu memutuskan untuk menjadikan idol sebagai bahan inspirasi dan penyemangat aktivitas, itu berarti parasocial interaction cocok untukmu. Sebaliknya, jika parasocial interaction membuatmu susah berinteraksi sosial dan berdampak pada kesehatan mental, ada baiknya kamu perlahan menjauhkan diri dari parasocial interaction.
Namun, satu hal yang harus diingat adalah bahwa idol tidak bisa setiap saat dijadikan pelarian. Kamu juga harus bisa mencari kebahagiaan lain yang sehat untuk dirimu!
Baca juga: Say No More to Gamon, Inilah Lagu yang Bisa Bikin Kamu Move On dari Mantan!
Mau tahu lebih banyak tentang perilaku fans dan parasocial interaction? Segera bergabung ke Girls Beyond Circle! Klik di sini untuk bergabung.
No Comments