Penulis: Annisa Mutiara Indriyanti
Editor: Caroline Siane
Bagi kalian pengguna TikTok, ada yang masih ingat dengan Zohtaco alias Zoe Gabriel, seorang remaja perempuan yang dirundung habis-habisan lantaran memposting video usai diberikan tas Charles & Keith oleh ayahnya?
Pada saat berita itu viral, yang menjadi dugaan pertama saya adalah, “Pasti perempuan itu pamer (dalam artian bermaksud merendahkan orang lain) makanya dihujat sama netizen!” Tapi karena berita tersebut sempat trending di Twitter, dan banyak pro dan kontra, tentu saja saya memilih untuk melihat lalu menilainya sendiri. Setelah saya lihat videonya lalu membaca tulisan dari berbagai media, ternyata hasilnya jauh dari dugaan saya.
Tidak pernah terpikirkan oleh saya sebelumnya bahwa netizen menghujat Zoe Gabriel karena dia menyebut bahwa tas Charles & Keith adalah tas “mewah” pertama yang dimilikinya. Sementara beberapa netizen berpendapat bahwa tas Charles & Keith itu bukanlah brand mewah. Alhasil postingan Zoe Gabriel itu mendapat banyak komentar negatif dari netizen.
Melihat banyak netizen yang nyinyir, Zoe Gabriel akhirnya membuat video lain yang menjelaskan bahwa ia bukan datang dari keluarga yang kaya. Bahkan ayahnya sangat bekerja keras untuk bisa mendapatkan uang dan membeli tas tersebut.
“Dari beberapa komentar negatif tersebut menunjukkan bahwa menyebut Charles & Keith brand mewah adalah sebuah kesalahan besar. Lantas, sebetulnya yang disebut brand mewah itu brand yang seperti apa?”
Kalau kita lihat di pencarian internet, luxury brand atau brand mewah adalah merek yang memiliki ciri kualitas tingkat tinggi, eksklusif, dan memiliki harga tinggi. Luxury brand umumnya juga tidak diproduksi secara massal atau tidak ingin produknya bisa didapatkan dengan mudah. Intinya, kelangkaan adalah strategi pemasaran yang dilakukan oleh luxury brand, sehingga hal inilah yang menjadikan brand mereka aspiratif.
Namun definisi luxury bagi setiap orang juga berbeda. Seperti yang dikatakan oleh salah satu wanita miliarder kepada Insider, “Louis Vuitton sudah terlalu biasa. Semua orang bisa memilikinya. Kamu bisa melihatnya di setiap restoran di Beijing. Saya lebih memilih Chanel atau Bottega Veneta. Mereka lebih eksklusif.”
Dari hal tersebut kita bisa menilai bahwa barang mewah itu sifatnya subjektif, tergantung dari siapa yang menilai dan menggunakannya. Kalau menurut wanita miliarder itu Louis Vuitton sudah terlalu biasa, belum tentu bagi orang lain juga biasa. Mengingat harganya yang juga fantastis.
“Lalu luxury brand itu kan identik dengan kemewahan. Nah definisi dari kemewahan itu apa? Apakah mengarah pada seseorang yang memiliki gaya hidup tinggi dengan segala kekayaan yang ia miliki?”
Memang seringkali otak kita langsung tertuju pada kaum elit jika mendengar kata kemewahan. Tapi dari salah satu artikel yang saya baca, kemewahan itu memiliki 4 pilar yakni timelessness (keabadian), story (cerita), scarcity (kelangkaan) dan social cachet (status, prestise). Kalau dipahami satu persatu, terutama pada pilar kelangkaan, kemewahan ini tidak memiliki label harga atau price tag, melainkan hanya memiliki ‘nilai’ yang tidak dapat ditulis dalam sebuah harga.
Jadi, kalau saya menggunakan tas seharga satu miliar dan saya datang ke sebuah acara yang diisi oleh orang-orang kalangan atas, tas saya tersebut tidak bisa tergolong mewah. Perlu diingat bahwa orang kaya di dunia ini itu banyak sekali, sehingga ada banyak kemungkinan bahwa banyak orang kaya lainnya yang mampu membeli tas yang sama dengan saya, atau bahkan membeli dengan harga yang lebih tinggi. Lain halnya apabila saya bisa mendapatkan sebuah cincin yang kalau dirupiahkan harganya memang tidak lebih dari tas satu miliar tersebut, tetapi karena cincin itu pernah dikenakan oleh seorang putri kerajaan maka harga jualnya bisa berkali-kali lipat lebih tinggi sebab tidak ada satu orang pun yang bisa memilikinya selain saya. Inilah yang dimaksud scarcity atau kelangkaan dalam pilar kemewahan.
Ada satu quotes yang saya suka sekali, yaitu, “Luxury is the opportunity to experience quality, be it a place, a person, or an object.” Artinya, kemewahan adalah kesempatan untuk merasakan kualitas, baik dari tempat, orang, atau benda. Jadi, kemewahan itu tidak melulu berkutat dengan angka, tetapi bisa mendapatkan banyak hal baru, pengalaman baru, yang sebelumnya belum pernah didapatkan juga bagian dari kemewahan.
Oleh sebab itu, pada dasarnya menyebut Charles & Keith barang mewah itu bukanlah suatu kesalahan besar. Setiap orang memiliki tolak ukur kemewahannya masing-masing. Yang menurut kita mewah, belum tentu menurut orang lain mewah. Begitupun sebaliknya. Kita tidak bisa menyamaratakan kehidupan manusia A dengan yang lainnya. Dunia tak melulu soal satu warna. Bahkan dari cara tiap orang membeli sesuatu saja sudah beda. Ada yang membeli tas karena ingin mengapresiasi kerja kerasnya selama ini. Ada juga yang membeli tas karena untuk menambah koleksi.
Dari cerita Zoe Gabriel, kita bisa menarik kesimpulan bahwa setiap orang memiliki cerita hidupnya masing-masing dan mereka berhak menentukan kebahagiaan dengan caranya sendiri. Seorang ayah pasti ingin memberikan yang terbaik untuk anaknya, dan tindakan Zoe Gabriel itu merupakan cara untuk mengapresiasi hasil kerja keras ayahnya selama ini.
Sebagai seorang perempuan, saya ingin mengingatkan kepada perempuan-perempuan diluar sana untuk jangan pernah takut mengekspresikan diri. Kita bebas menentukan apa yang kita inginkan. Jangan sampai komentar negatif orang lain menghambat kita untuk terus berkarya. Ingat, kalian itu sangat berharga dan kuat, kalian berhak mendapatkan setiap kesempatan dan peluang di dunia ini untuk mengejar dan meraih impian kalian.
Happy International Women’s Day, perempuan-perempuan hebat!
No Comments