gagal menampilkan data

Article

Perempuan Punya Power, Let’s Be Brave!

Written by collaborator

Penulis: Syakira Aulia A.
Editor: Zefanya Pardede

Awal bulan Januari hingga awal bulan Februari, aku habiskan waktuku bersama teman-teman kelompok Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang bertempat di Desa Durenan, Kabupaten Madiun. Di sana aku seperti kembali ke kampung halamanku, di mana suasananya masih asri dan masyarakatnya masih memegang erat adat istiadat setempat.

Masyarakat Desa Durenan masih mengandalkan hasil alam untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Banyak sekali pelajaran yang bisa aku ambil selama 25 hari di sana, mulai dari mengajarkan adik-adik mengaji di sore hari, membuka les untuk membantu mengerjakan tugas adik-adik SD, bekerja bakti bersama masyarakat desa setempat, membantu ibu bidan posyandu, dan masih banyak hal seru lainnya yang sangat berkenan.

Satu alasan menarik dari lokasi yang menjadi tempat KKN-ku adalah belum meratanya fasilitas dan sarana pendidikan di sana. Mengingat desa tersebut merupakan daerah perbatasan antara Madiun dengan Nganjuk dan juga kondisi alam yang sangat terjal karena berada di gunung. Seperti kondisi daerah perbatasan pada umumnya, masih banyak yang harus dibenahi di sana. 

Sebelum terjun ke lokasi KKN, aku dan teman-teman mendapatkan informasi bahwa hanya ada satu sekolah SMP yang ada di Desa Durenan dan satu sekolah SMK yang terdapat di kecamatan Gemarang.

Ditambah lagi, sebagian besar siswanya mengalami putus sekolah. Setelah SMP selesai, mereka tidak melanjutkan sekolah lagi karena kebanyakan siswa  laki-laki memilih untuk berkerja dan siswi perempuan memilih untuk menikah.

Menikah banyak dilakukan oleh para SMP karena terhalang biaya ekonomi untuk melanjutkan pendidikan ditambah kondisi alam yang terjal di sana yang tidak memungkinkan untuk melanjutkan pendidikan SMA/SMK. Alhasil, pernikahan dini marak terjadi di wilayah ini.

Informasi yang didapatkan sangat menggugah dan menantang diriku untuk membuktikan kebenarannya ketika terjun ke lapangan. Dan ternyata memang benar adanya.

Hal pertama saat mengetahui kondisi di lapangan seperti ini, aku berpikir bahwa harus mengedukasi masyarakat desa, terutama para orang tua yang sedang memiliki anak yang masih bersekolah agar memiliki mindset menuju masa maju yang lebih baik. 

Kedua, melakukan perwujudan edukasi kepada siswa-siswi SMP agar memiliki motivasi untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, terutama kepada para siswi agar memiliki mimpi yang tinggi tidak hanya sebatas menjadi ibu rumah tangga.

Masih banyak hal yang harus ditanamkan, diperbaharui, dan disosialisasikan, tidak hanya siswa-siswi SMP-nya saja. Anak-anak SD pun membutuhkan perhatian lebih.  

Masa pubertas yang sedang dialami oleh siswa kelas 3–6 SD seharusnya dapat dibantu melalui pendidikan seks sejak dini. Pendidikan seks yang dimaksud di sini adalah bagaimana caranya mengatasi gejala-gejala yang timbul dari segi psikis seperti perasaan, hormon, mental, menstruasi dan fisik seperti perubahan suara, pertumbuhan payudara, bahu yang membidang, dan lain sebagainya. Sayangnya, ciri-ciri di atas masih dianggap tabu untuk dibahas dan dipelajari di sana. 

Satu waktu aku dan teman-teman KKN-ku menyelenggarakan seminar motivasi di sebuah SMP dengan tema “My Life Prediction”. Seminar tersebut bertujuan untuk memberikan motivasi dan mengubah mindset siswa-siswi di sana agar berani untuk bermimpi melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Aku sangat tergugah untuk memberikan motivasi kepada siswi-siswi SMP di sana agar memiliki pola pikir progresif yang mampu memberikan semangat untuk tidak berkecil hati. Meskipun mereka datang dari desa, kecil mereka berhak untuk bermimpi.

Aku percaya ini karena diriku merupakan salah satu dari sejumlah perempuan yang berani untuk menentukan dan memilihnya sendiri. Aku harap mereka termotivasi dan tergugah setelah adanya seminar motivasi ini. 

Bagi perempuan, tentunya menikah merupakan hal yang paling sakral dan menjadi ibu rumah tangga merupakan pekerjaan yang paling mulia. Akan tetapi, agar bisa sampai pada tahap itu pastinya perlu persiapan yang matang. Tidak hanya sebatas menikah dan menjadi ibu rumah tangga saja. Perempuan harus memiliki nilai lebih dari kedua hal tersebut.

Perempuan memiliki andil yang besar dalam kemajuan suatu bangsa. Tidak memandang dari mana ia berasal, semuanya memiliki kesempatan yang sama terutama di bidang pendidikan.

Banyak sekali yang bilang, “Perempuan merupakan madrasah pertama bagi anaknya.” Sejalan dengan perkataan tersebut, maka perempuan memegang kunci utama dalam menghasilkan keturunan-keturunan yang cerdas.

Perempuan tidak hanya sebatas mampu mengenyam pendidikan, tetapi perempuan juga bisa berkontribusi lebih dari itu, seperti mendapatkan pekerjaan yang layak, memiliki kedudukan yang sama di ruang publik, dan lain sebagainya.

Hal ini tentunya terjadi karena perempuan juga memiliki power yang sama dengan laki-laki. Masa depan perempuan, tidak hanya sebatas menikah lalu selesai menjadi ibu rumah tangga. Untuk masuk ke fase menikah, kita sebagai perempuan harus berada di titik terbaik di dalam diri kita sendiri. Sudah pantaskah aku? Sudah siapkah aku? Sudah dewasakah aku?

Sambil mempersiapkan diri, masih banyak hal yang bisa digali sebelum menikah karena dunia ini selalu punya sisi cantik yang bisa dinikmati. Belajarlah dari pengalaman-pengalaman yang kamu dapatkan.

Aku berusaha menanamkan mindset kepada siswi-siswi SMP bahwa perempuan yang tinggal di desa pun bisa melanjutkan pendidikannya hingga ke bangku perkuliahan dan bahkan lebih dari itu. Dengan catatan ia harus berani untuk bermimpi besar karena kesempatan dan peluang hanya datang satu kali kepada perempuan-perempuan yang mau untuk berjuang.

Sister Sites Spotlight

Explore Girls Beyond