gagal menampilkan data

ic-gb
detail-thumb

Virus HPV Bisa Tembus Kondom, Waspada Kanker Serviks!

Written by Aurelia Lois

Kanker serviks adalah jenis kanker yang menyerang leher rahim (serviks), yaitu bagian bawah rahim yang menghubungkan rahim dengan vagina. Penyakit ini merupakan salah satu jenis kanker paling umum yang menyerang wanita di seluruh dunia. 

Di Indonesia, kanker serviks menempati urutan kedua setelah kanker payudara sebagai penyebab kematian terbanyak pada wanita yaitu sebanyak 36.633 kasus atau 17,2% dari seluruh kanker pada wanita. Jumlah ini merujuk pada angka moralitas yang tinggi mencapai 21.003 kematian atau 19,1% dari seluruh kematian akibat kanker. 

Penyebab utama kanker serviks sendiri datang melalui infeksi Human Papillomavirus (HPV) yang merupakan virus umum dan ditularkan melalui kontak seksual. Risiko terkena kanker pun akan semakin meningkat bila infeksi HPV tidak kunjung hilang dalam beberapa tahun.

Menurut penjelasan dari Dr.dr. Fitriyadi Kusuma, Sp. O. G. Subsp. Onk, kanker serviks dapat dicegah sebelum terjadinya stadium lanjut, di mana pasien harus melakukan serangkaian pengobatan yang menyusahkan. 

Berikut ini, Girls Beyond akan membahas lebih lanjut seputar kanker serviks dan pencegahannya yang perlu kamu ketahui.

Infeksi HPV Jadi Penyebab Utama Kanker Serviks 

Sumber foto: LexMjed.com

Penyebab utama kanker serviks adalah infeksi human papillomavirus (HPV), khususnya jenis HPV 16 dan 18. Virus ini ditularkan melalui hubungan seksual yang bila infeksinya bertahan secara persisten, dapat menyebabkan perubahan abnormal pada sel-sel di leher rahim dan berpotensi menjadi kanker.

Untungnya, saat ini kanker serviks adalah satu-satunya kanker yang dapat dicegah dengan vaksin, yakni melalui vaksin HPV. Meski infeksi HPV sangat umum, tidak semua wanita yang terinfeksi akan mengembangkan kanker serviks. Faktor risiko lain yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya kanker serviks antara lain:

  • Seks terlalu dini: Melakukan hubungan seksual di usia muda atau di bawah usia 20 tahun dapat meningkatkan risiko infeksi HPV. Hal ini dikarenakan rahim pada usia muda belum begitu siap atau matang dalam menghadapi perubahan sehingga kurang resisten akan masuknya virus.
  • Banyak pasangan seksual: Memiliki lebih dari satu pasangan seksual meningkatkan risiko terkena paparan virus HPV yang lebih banyak. Selain ancaman kanker serviks yang disebabkan oleh virus HPV, memiliki satu pasangan seksual penting untuk menjaga dari serangan HIV, infeksi klamidia, dan lain sebagainya.
  • Merokok: Gaya hidup menjadi salah satu faktor risiko atau memperparah penyakit kanker ini. Bahan-bahan kimia dalam rokok dapat merusak DNA sel-sel serviks. Merokok pada saat tubuh sudah terpapar infeksi HPV akan membuat subur infeksi tersebut dalam tubuh.
  • Imunitas rendah: Wanita dengan sistem kekebalan tubuh yang rendah akan lebih rentan terhadap infeksi HPV.
  • Konsumsi pil kontrasepsi: Pil KB tidak membuat kanker serviks. Namun, bila seseorang telah terinfeksi HPV dan mengonsumsi pil KB berkepanjangan, maka akan membuat infeksi HPV subur atau berkembang berlipat ganda dalam tubuh.
  • Kehamilan berulang: Semakin banyak riwayat melahirkan anak, risiko terkena kanker serviks akan semakin besar. Hal ini terjadi seiring tidak stabilnya sistem hormonal karena kehamilan berulang. Meski begitu, perempuan yang sedang mengandung dan telah mengidap kanker serviks di stadium 2B bisa tetap melakukan persalinan.
  • Faktor genetik: Menurut dokter spesialis obstetri dan ginekologi subspesialis onkologi dan ginekologi di RS Pondok Indah, faktor genetik dapat menjadi salah satu faktor risiko terkena kanker serviks. Sebagai contoh, seorang Pekerja Seks Komersial (PSK) yang sering berganti pasangan seksual mungkin tidak terkena kanker serviks, sementara seorang ibu rumah tangga yang setia pada satu pasangan seksual juga bisa terkena kanker serviks. Meskipun aktivitas seksual merupakan faktor utama yang berkontribusi pada risiko kanker serviks, penting untuk diingat bahwa ada faktor risiko lain yang belum diketahui, termasuk faktor genetik.

Gejala Kanker Serviks

Sumber foto: © Rob3000 | Dreamstime.com

Dr. dr. Fitriyadi seringkali menemukan pasien dengan kanker serviks stadium lanjut atau stadium 3 dan 3B, yang mana tanpa berhubungan senggama pun atau disentuh dengan jari saja, maka akan berdarah.

Hal ini dikarenakan kurangnya kesadaran masyarakat akan adanya virus HPV yang dapat berkembang menjadi kanker ganas seiring tahun.

Selain itu, pada tahap awal kanker serviks seringkali tidak menunjukan gejala yang jelas, sehingga banyak kasus baru terdeteksi pada tahap lanjut. Beberapa gejala yang dialami oleh penderita kanker serviks, meliputi:

  • Pendarahan vagina yang tidak biasa, terutama setelah berhubungan seksual, di antara periode menstruasi, atau setelah menopause.
  • Keputihan vagina yang berubah, baik dari segi kuantitas, konsistensi, atau aroma.
  • Sakit atau berhubungan seksual atau ketidaknyamanan di area pelvis dan nyeri panggul yang dapat terjadi di satu atau lebih area panggul
  • Kelelahan, penurunan berat badan tanpa alasan yang jelas, atau anemia
  • Ketidaknyamanan saat buang air kecil (BAK), termasuk kesulitan dalam mengontrol BAK.

Metode Deteksi dan Diagnosis Kanker Serviks

Sumber foto: National Cancer Institute, ANNALS

Kanker serviks dapat segera diatasi dan sembuh jika terdeteksi sedini mungkin. Melalui berbagai metode deteksi dini dan pencegahan melalui vaksinasi HPV, seseorang yang mungkin sudah terinfeksi HPV dapat segera terhindar dari kanker serviks. 

Beberapa metode pemilihan pemeriksaan kanker serviks yang bisa dilakukan meliputi:

  • Pap Smear/IVA (Infeksi Visual dengan Asam Asetat 3-5%)

Tes Pap adalah cara paling efektif untuk mendeteksi sel-sel abnormal yang mungkin berkembang menjadi kanker serviks. Disarankan bagi wanita untuk melakukan tes Pap secara teratur, yang biasanya dimulai pada usia 21 tahun atau dalam 3 tahun setelah pertama kali berhubungan seksual. Tes ini dilakukan di Puskesmas dengan hasil langsung dan memadai untuk negara di sarana terbatas, termasuk Indonesia.

  • Tes HPV

Tes HPV digunakan untuk mengidentifikasi keberadaan virus yang berisiko tinggi menyebabkan munculnya sel-sel abnormal. Tes ini sering dilakukan bersamaan dengan tes Pap pada wanita di atas usia tertentu atau ketika hasil Tes Pap menunjukan kemungkinan adanya perubahan. Skrining HPV ini memiliki akurasi tinggi 99.7% yang telah menjadi skrining kanker serviks dunia. Di Indonesia sendiri, masih memberlakukan metode deteksi IVA karena terjangkau dan masuk dalam program nasional.

  • Kolposkopi

Jika hasil Tes Pap atau Tes HPV menunjukkan adanya perubahan sel yang tidak normal, dokter mungkin akan merekomendasikan proses kolposkopi. Prosedur ini melibatkan penggunaan alat pembesar khusus untuk melihat leher rahim lebih dekat.

  • Biopsi

Biopsi dilakukan bila ditemukan area yang mencurigakan selama kolposkopi. Pada metode ini, akan diambil sebuah sampel kecil jaringan dari serviks untuk kemudian dianalisis di laboratorium. 

  • Imaging

Metode pemeriksaan Imaging seperti MRI, CT scan, atau PET scan bisa dilakukan untuk memastikan apakah sel kanker telah menyebar ke area lain dari tubuh.

  • DNA HPV

Ini adalah pengujian lanjutan yang mungkin dilakukan pada sel yang didapatkan dari biopsi untuk menentukan tipe HPV dan risikonya.

Untuk mencegah kanker serviks, kamu bisa melakukan beberapa hal di bawah ini, termasuk:

  • Melakukan skrining rutin: melakukan pap smear atau tes HPV secara berkala dapat membantu mendeteksi sel-sel prakanker sebelum berkembang menjadi kanker
  • Perilaku seks yang aman: menggunakan kondom, mengurangi jumlah pasangan seksual, dan menunda usia berhubungan seksual pertama kali dapat mengurangi risiko terinfeksi HPV.
  • Menghindari faktor risiko lainnya, seperti mengurangi dan menghindari asap rokok, meningkatkan imunitas tubuh dengan menerapkan pola hidup sehat dan bersih.
  • Vaksinasi HPV: Vaksin yang diprioritaskan untuk individu naive (belum terpapar HPV), yaitu target usia 9-13 tahun juga dapat dirasakan manfaatnya untuk dilakukan oleh wanita yang sudah aktif seksual dari usia ideal 9-26 atau hingga usia 45 tahun.

Cara Kerja Vaksin HPV

Sumber foto: Health Outreach Partners

Cara kerja vaksin HPV tak kalah penting untuk kamu ketahui. Vaksin HPV mengandung partikel mirip virus tanpa DNA virus, yang tentunya tidak menyebabkan penyakit. Vaksin akan merangsang respons imun dan membangun kekebalan tubuh terhadap infeksi HPV. 

Hal ini tentu akan membantu tubuh melawan virus saat terpapar dan mencegah terjadinya perkembangan kanker serviks. 

Vaksin juga tetap dapat diberikan kepada wanita yang sudah menikah, lho! Ini dilakukan agar mendapat perlindungan terhadap jenis HPV lain yang belum menginfeksi. 

Faktanya, Virus HPV Bisa Tembus Kondom

Setiap wanita memiliki risiko kanker serviks yang sama, sehingga setiap wanita perlu melakukan screening, atau pada perempuan yang sudah menikah wajib melakukan screening setiap dua tahun, mengingat masa inkubasi infeksi HPV dalam tubuh beragam dari satu bulan hingga dua tahun sejak virus ditularkan.

Tak hanya itu, menggunakan kondom ternyata tidak efektif dalam mencegah penularan infeksi HPV. Hal ini dikarenakan ukuran partikel infeksi HPV lebih kecil dibandingkan pori-pori lapisan kondom, sehingga virus dapat dengan mudah ditularkan. 

“Kondom tidak bisa mencegah HPV, apalagi kondom buatan Indonesia tidak bisa mencegah. Tapi, tetap bisa dipakai untuk mengurangi penularan lainnya,” ujar Dr.dr. Fitriyadi Kusuma, Sp. O. G. Subsp. Onk,.

Itulah informasi seputar kanker serviks dan pencegahannya yang bisa kamu ketahui. Ingin mendapatkan informasi menarik lainnya? Yuk, gabung di Girls Beyond Circle!