gagal menampilkan data

ic-gb
detail-thumb

5 Film Indonesia yang Bahas Kesehatan Mental

Written by Angela Ranitta

Tanggal 10 Oktober ditetapkan sebagai Hari Kesehatan Mental Sedunia. Peringatan ini memiliki tujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan mental. Menurut WHO, bunuh diri merupakan penyebab kematian tertinggi keempat di kalangan masyarakat usia 15-29 tahun. Sementara itu, 1 dari 5 penduduk di Indonesia merupakan orang dengan gangguan jiwa (ODGJ).

Ada banyak upaya yang dilakukan untuk menyampaikan pesan mengenai pentingnya merawat kesehatan mental. Salah satu cara yang dinilai cukup efektif adalah penyampaian melalui media massa, seperti film. Saat ini, Indonesia telah memiliki cukup banyak film yang berbicara seputar isu kesehatan mental. Apa saja itu? Yuk, simak tulisan di bawah ini!

Baby Blues (2022)

Dika dan Dinda merupakan pasangan suami-istri yang baru saja memiliki anak. Menjadi orang tua ternyata bukanlah hal mudah. Setiap malam, Dinda nggak bisa tidur karena Dara–putrinya yang masih bayi–selalu rewel. Ia juga harus berhadapan dengan Dika nggak pernah mau membantunya dan ibu mertuanya yang bawel. Stres dan perubahan hormon yang dialami oleh Dinda pun membuatnya mengalami baby blues. Suatu hari, jiwa Dika dan Dinda tiba-tiba saling tertukar secara misterius. 

Sesuai judulnya, film “Baby Blues” mengangkat soal sindrom baby blues yang sering dialami oleh para ibu setelah melahirkan. Film ini juga menyoroti permasalahan klasik yang banyak dialami pasutri ketika sudah punya anak. Contohnya, kurang kerja sama dalam pengasuhan dan orang tua atau mertua yang terlalu ikut campur. Film “Baby Blues” juga menunjukkan masyarakat patriarki yang masih meyakini bahwa hanya ibulah yang bertanggung jawab atas pengasuhan anak. 

Sindrom baby blues yang nggak ditangani dapat berkembang menjadi postpartum depression atau depresi setelah melahirkan. Kondisi ini dapat mengganggu hubungan antara ibu dengan anak, suami, maupun orang-orang lain di sekitarnya. Melalui film “Baby Blues”, kita jadi tahu pentingnya memperhatikan kesehatan mental perempuan setelah melahirkan. 

Imperfect (2019)

Baca juga: 6 Rekomendasi Film yang Bikin Kamu Makin Semangat di Tempat Kerja

Rara memiliki tubuh gemuk dan kulit sawo matang. Penampilan fisiknya tersebut sangat berbeda dengan sang adik, Lulu. Ia pun sering dibandingkan dan dicela karenanya, nggak cuma oleh orang lain, tetapi juga oleh ibunya sendiri yang merupakan mantan model. Meski begitu, Rara nggak pernah ambil pusing dengan kondisinya. Ia merasa hidupnya baik-baik saja. Ia punya sahabat yang setia, Fey dan pacar yang tulus, Dika.

Sebuah kejadian diskriminatif di tempat kerjanya membuat Rara sadar bahwa penampilan memanglah penting. Ia pun mulai bekerja keras untuk mengubah penampilannya. Usaha Rara tersebut membuahkan hasil. Orang-orang yang tadinya mencemooh Rara kini memujinya. Rara juga berhasil mendapatkan posisi manajer yang diinginkannya di kantor. Rara mulai terobsesi untuk mengikuti standar kecantikan masyarakat. Ia pun mempertaruhkan hubungannya dengan Fey dan Dika, begitu pula dengan kesehatannya sendiri.

Film “Imperfect” menunjukkan standar kecantikan dalam masyarakat dapat berdampak sangat besar terhadap kondisi mental seseorang. Faktanya, nggak sedikit perempuan yang mengalami gangguan kejiwaan karena menjadi korban body shaming. Film ini juga mengkritik masyarakat yang sering bersikap nggak diskriminatif terhadap mereka yang dianggap kurang rupawan, meskipun mereka memiliki perilaku baik atau prestasi cemerlang. 

Baca juga: Kenalan dengan Imposter Syndrome, Musuh Perempuan dalam Meraih Kesuksesan

Posesif (2017)

Lala adalah seorang siswi teladan sekaligus atlet loncat indah. Ia berpacaran dengan Yudhis, murid baru di sekolahnya. Seiring berjalannya waktu, Yudhis mulai menunjukkan sikap posesif terhadap Lala. Ia bahkan menyakiti Reno, sahabat Lala karena tak mau melihat pacarnya itu dekat dengan laki-laki lain. Namun, ketika Lala hendak memutuskan hubungannya dengan Yudhis, pemuda itu meminta maaf sambil menangis histeris dan menyakiti dirinya sendiri. Hal ini pun membuat Lala merasa kasihan dan mengurungkan niatnya. 

Posesif” merupakan sebuah film bergenre psikologis yang mengangkat isu seputar kekerasan dalam pacaran. Hal ini banyak dialami oleh remaja, tetapi seringkali nggak ditanggapi dengan serius. Masih banyak orang yang mengartikan sikap posesif sebagai bentuk rasa sayang atau tanda bahwa pasanganmu hanya ingin melindungi kamu. Padahal nggak sedikit pasangan posesif yang tega menyakiti diri sendiri, pasangannya, maupun orang-orang di sekitar mereka hingga membahayakan nyawa.

Terjebak dalam hubungan yang toxic tentunya dapat berpengaruh terhadap kesehatan mental kita. Bahkan nggak sedikit korban abusive relationship yang akhirnya menganggap wajar tindak kekerasan. Film “Posesif” mengajak kita untuk lebih peka dan serius dalam menanggapi isu kekerasan dalam pacaran yang masih sering terjadi di tengah masyarakat.

Baca juga: Apa pun Alasannya, Kekerasan dalam Relasi Tidak Boleh Dinormalisasi

27 Steps of May (2019)

Baca juga: Bahaya Dampak Kekerasan Seksual: Dari Fisik Hingga Mental

Saat masih SMP, May menjadi korban pemerkosaan bergilir. Kejadian traumatis tersebut membuatnya mengurung diri di kamar hingga belasan tahun lamanya. May juga sering melakukan self harm ketika merasa tertekan. Di sisi lain, ayah May dirundung perasaan bersalah akibat kejadian yang menimpa putri semata wayangnya. Ia selalu menyalahkan diri sendiri dan merasa gagal sebagai orang tua. Ia melampiaskan kemarahannya tersebut dengan bekerja sebagai petinju bayaran. 

Suatu hari, May bertemu dengan tetangga sebelah rumahnya melalui sebuah lubang di dinding kamar May. Tetangga tersebut adalah seorang pria yang berprofesi sebagai pesulap. Lambat laun, si pesulap membantu May untuk bangkit dari masa lalunya dan kembali pulih. 

27 Steps of May” menampilkan secara gamblang kondisi psikologis seorang korban pemerkosaan. Film ini juga menunjukkan tindak kekerasan yang dialami korban dapat memberikan efek trauma juga bagi orang-orang terdekatnya. Melalui film “27 Steps of May”, kita tahu bahwa proses pemulihan seorang korban kekerasan seksual nggak mudah dan seringkali butuh waktu yang sangat lama.

Baca juga: Rekomendasi Film tentang Kemerdekaan Perempuan yang Wajib Kamu Tonton

Dear Nathan: Thank You Salma (2022)

Sekuel kedua dari serial film “Dear Nathan” ini mengisahkan lika-liku kehidupan Nathan dan Salma sebagai mahasiswa. Keduanya sama-sama terlibat dalam aktivisme mahasiswa, meski dengan cara yang berbeda. Suatu hari, Zanna–teman sekelas Nathan–mengalami pelecehan seksual oleh seorang anggota Mapala. Namun, Zanna nggak berani mengaku karena ayah pelaku merupakan dosen di kampus tersebut.

Nathan pun memutuskan untuk membantu Zanna. Namun, hal ini nggak mudah, karena Nathan harus berhadapan dengan sosok berpengaruh di kampus serta memastikan bahwa privasi Zanna terjaga. Di sisi lain, Salma bertemu dengan kakak tingkat bernama Afkar yang mengisi hari-harinya sejak hubungannya dengan Nathan merenggang. 

Baca juga: Kita Bisa Berperan untuk Memerangi Pelecehan Seksual

Meskipun fokus utama film ini ada pada hubungan Nathan dan Salma, tetapi “Dear Nathan: Thank You Salma” berhasil mengemas isu kekerasan seksual di kampus dengan sangat apik. Film ini menunjukkan kenyataan pahit mengenai masih banyaknya kasus kekerasan seksual di lingkup pendidikan, sekaligus betapa sulitnya bagi korban untuk mendapatkan keadilan. Film ini juga menunjukkan pentingnya support system untuk memulihkan trauma korban kekerasan seksual.

Itu tadi 5 film Indonesia yang membahas seputar isu kesehatan mental. Dari kelima film tersebut, kita bisa belajar akan pentingnya merawat kesehatan mental. Semoga film-film yang sudah disebutkan di atas bisa membantu kita lebih peka dan berempati terhadap orang lain maupun diri kita sendiri, ya. Ingat, apa pun yang terjadi, kamu nggak pernah sendirian, kok, girls! You are loved and you deserve to be happy and enjoy this life! Tetap semangat dan semoga sehat selalu!

Baca juga: Dalami Isu Mental Health Lewat 5 Buku Ini!

Pengen sharing lebih banyak soal kesehatan mental? Yuk, gabung bersama Girls Beyond Circle, tempatnya cewek-cewek keren buat level up bareng! Klik di sini untuk bergabung, ya!