gagal menampilkan data

ic-gb
detail-thumb

Mengenal Orthorexia, Ketika Pola Makan Sehat Jadi Obsesi

Written by Angela Ranitta

Siapa, sih yang nggak pengen punya gaya hidup sehat? Belakangan ini, semakin banyak orang yang sadar akan pentingnya menjaga kesehatan, baik fisik maupun mental. Sebab, menerapkan pola hidup sehat nggak hanya bermanfaat bagi diri sendiri, tetapi juga lingkungan sekitar. Berbagai jenis diet atau pola makan pun dipopulerkan, mulai dari vegetarian, vegan, pescatarian, low-carbs, dan sebagainya.

Tentunya nggak ada salahnya ingin menerapkan gaya hidup sehat. Namun, tahukah kamu bahwa obsesi terhadap pola makan sehat justru dapat membahayakan dirimu sendiri?

Baca juga: World Diabetes Day 2022: Bahaya Kecanduan Makanan Manis pada Perempuan

Apa Itu Orthorexia Nervosa?

Orthorexia nervosa adalah jenis gangguan makan yang disebabkan oleh obsesi terhadap pola makan sehat, atau “makanan bersih” (bahan makanan alami yang nggak diproses sama sekali). Gangguan ini berbeda dengan anorexia nervosa atau bulimia nervosa yang dipicu oleh obsesi terhadap berat badan ideal. Istilah orthorexia nervosa pertama kali dicetuskan pada tahun 1996 oleh seorang dokter asal California bernama Steven Bratman. 

Hingga kini, orthorexia belum dikategorikan sebagai diagnosis resmi. Namun, obsesi terhadap pola makan sehat perlu diperhatikan, karena dapat memicu berbagai gangguan fisik maupun mental pada seseorang. 

Penyebab dan Faktor Risiko Orthorexia Nervosa

Sampai saat ini, penyebab pasti orthorexia memang belum diketahui. Namun, faktor risiko seseorang mengalami orthorexia dibagi ke dalam 3 kategori, yaitu biologis, psikologis, dan sosiokultural.

Baca juga: Be Healthy, Not Thin!

Biologis

Setiap keluarga umumnya memiliki riwayat penyakit yang diturunkan secara genetik. Kemunculan atau keparahan penyakit tersebut dapat dipengaruhi oleh gaya hidup, termasuk pola makan. Seseorang bisa mengalami orthorexia akibat kekhawatiran akan penyakit turunan keluarga tersebut. Selain itu, orang yang memiliki anggota keluarga dengan riwayat gangguan makan juga berpotensi mengalami orthorexia

Psikologis

Orthorexia dapat dipicu oleh gangguan obsesif-kompulsif yang sudah lebih dulu ada dalam diri seseorang. Gangguan ini bisa disebabkan oleh sikap perfeksionis atau cemas berlebihan. Selain itu, orang yang memiliki kepercayaan diri rendah atau ketidakpuasan terhadap tubuhnya juga sangat berisiko mengalami orthorexia

Sosiokultural

Saat ini, pola makan sehat seolah menjadi tren yang sering dipromosikan oleh selebriti, aktivis, dan influencer. Bahkan seringkali pola makan dihubungkan dengan isu-isu lain, seperti animal cruelty atau krisis iklim. Karenanya, nggak sedikit orang yang terobsesi dengan pola makan sehat sebagai bagian dari upaya menyelamatkan lingkungan dan hewan. 

Selain itu, pelaku pola makan sehat kerap melakukan shaming terhadap orang yang nggak memiliki gaya hidup serupa. Hal ini menimbulkan perasaan minder serta fear of missing out (FOMO) pada sebagian orang. Namun, ada pula jenis orthorexia yang dipicu oleh bullying karena dianggap memiliki tubuh kurang ideal. 

Seseorang yang dituntut untuk menjaga kesehatan dan bentuk tubuh ideal juga sangat rentan mengalami orthorexia. Misalnya, atlet, penari, penyanyi, tenaga kesehatan, dan sebagainya. 

Baca juga: Menemukan Diri Sendiri dalam Olahraga

Gejala Orthorexia Nervosa

Gejala orthorexia umumnya ditandai oleh kecemasan serta ketakutan berlebihan terhadap makanan atau pola makan yang dianggap kurang sehat. Berikut adalah sejumlah tanda seseorang mengalami orthorexia:

  • Sangat khawatir terhadap kualitas makanan.
  • Sangat ketakutan terhadap penyakit atau cemas berlebihan ketika merasa tubuh kurang sehat.
  • Menghindari makan di restoran atau makanan yang disediakan orang lain.
  • Menghindari konsumsi kelompok bahan makanan tertentu (karbohidrat, daging merah, gula, dll.)
  • Memeriksa daftar bahan atau label nutrisi pada kemasan makanan secara kompulsif.
  • Melakukan doomscrolling terhadap riset tentang makanan atau perilaku makan. 
  • Mengalami malnutrisi karena asupan gizi yang masuk nggak seimbang.
  • Mengkritik atau menghakimi perilaku makan orang lain yang berbeda dan dianggap kurang sehat.

Baca juga: Kepo Berlebihan Berujung Malapetaka: Kenalan dengan Doomscrolling

Dampak dan Penanganan Orthorexia Nervosa

Sama seperti gangguan makan lainnya, orthorexia tentu memiliki dampak negatif yang membahayakan diri pengidapnya. Mereka dapat mengalami malnutrisi karena asupan gizi yang dikonsumsi nggak seimbang. Mereka juga dapat mengalami kekurangan berat badan (underweight) karenanya. Alih-alih sehat, pengidap orthorexia justru rentan mengalami berbagai penyakit karena perilaku makan yang diterapkan.

Orthorexia juga dapat memicu munculnya gangguan jiwa, seperti kecemasan, depresi, OCD, dan sebagainya. Karenanya meskipun orthorexia belum ditetapkan sebagai diagnosis resmi, kondisi ini dapat menjadi pertanda dari adanya gangguan jiwa tertentu. 

Meski nggak termasuk gangguan jiwa, tetapi penanganan orthorexia membutuhkan keterlibatan psikolog atau psikiater. Mereka dapat memberikan psikoterapi atau jenis penanganan lainnya untuk membantu pengidap orthorexia pulih. Pada tahap yang parah, psikiater dapat meresepkan obat anticemas untuk meregulasi pikiran dan perasaan pengidap orthorexia. Pengidap orthorexia juga dapat berkonsultasi pada ahli gizi untuk mengetahui perilaku makan yang tepat dan sehat. 

Semua orang pasti ingin hidup sehat. Namun, perlu diingat bahwa segala sesuatu yang berlebihan itu nggak baik. Jika obsesimu terhadap gaya hidup sehat justru membuatmu selalu dirundung rasa cemas dan sakit-sakitnya, sebaiknya segera temui tenaga profesional, ya. Jangan sampai ambisimu untuk hidup sehat justru bikin kamu mengalami yang sebaliknya. 

Baca juga: Hindari Self Diagnosis, Segera ke Psikolog atau Psikiater Kalau Kamu Alami 10 Gejala Ini

Selain itu, yuk bersama-sama kita ciptakan lingkungan yang inklusif dan suportif. Kamu bisa mulai dari menyebarkan informasi yang terjamin kebenarannya mengenai pola hidup sehat. Kamu juga bisa menyuarakan narasi tentang self love dan body positivity. Kurang-kurangin menghakimi orang yang menurut kamu punya tubuh kurang ideal atau gaya hidup kurang sehat. Lebih baik kita ciptakan support system agar mereka merasa aman dan nyaman dalam perjalanannya memperbaiki pola hidup. 

Stay healthy and positive, girls! Jika kamu butuh safe space untuk ngobrol seputar isu kesehatan dan lifestyle, yuk gabung dengan Girls Beyond Circle! Klik di sini untuk bergabung, ya!