Mengenal Sextortion, Ketika Korupsi dan Kekerasan Seksual Bersatu
Setiap tahun, tanggal 9 Desember diperingati sebagai Hari Anti Korupsi Sedunia sekaligus Hari Pembela HAM Sedunia. Di saat bersamaan, tanggal 9 Desember masuk ke dalam rangkaian 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (HAKTP) yang berlangsung selama tanggal 25 November-10 Desember.
Tahukah kamu bahwa korupsi dan kekerasan berbasis gender (KBG) memiliki kaitan yang cukup erat? Pernahkah kamu mendengar istilah sextortion?
Baca juga: Kepo Berlebihan Berujung Malapetaka: Kenalan dengan Doomscrolling
Mengenal Sextortion
Sextortion merupakan bentuk KBG yang terjadi ketika pelaku melakukan pemerasan dengan cara mengancam akan menyebarkan foto/video privat korban. Umumnya, pelaku meminta tebusan dalam bentuk uang, foto/video intim, maupun aktivitas seksual. Kata “sextortion” sendiri merupakan gabungan dari kata sexual extortion alias pemerasan seksual. Istilah ini digunakan untuk pertama kalinya pada tahun 2008 oleh International Association of Women Judges (IAWJ).
Sextortion bisa dibilang hampir mirip dengan doxxing. Bedanya, pelaku doxxing menyebarkan informasi pribadi korban, seperti alamat, pekerjaan, pendidikan, dan sebagainya. Selain itu, pelaku doxxing biasanya nggak memiliki niat untuk memeras korban. Mereka melakukan doxxing dengan tujuan untuk mempermalukan, mencemarkan nama baik, atau membalas dendam.
Istilah “sextortion” memang belum sepopuler istilah dalam kejahatan siber atau KBG lainnya. Namun, ternyata jumlah kasus sextortion yang telah terjadi cukup mengkhawatirkan. National Crime Agency menyebutkan bahwa lonjakan kasus sextortion dari tahun 2018 hingga 2020 mencapai 88%.
Pada tahun 2020, Barometer Korupsi Global mengungkapkan bahwa Indonesia menempati posisi pertama di Asia dengan kasus sextortion terbanyak, yaitu 18%. Di bawahnya, ada Sri Lanka (17%) dan Thailand (15%). Jumlah tersebut jauh lebih banyak dibandingkan dengan rata-rata kasus sextortion dari negara-negara lainnya yang apabila ditotal hanya mencapai 8%.
Baca juga: Fenomena Objektifikasi Perempuan dalam Media
Modus Sextortion di Dunia Maya
Biasanya, sextortion terjadi di ranah digital. Itulah sebabnya tindakan ini bisa dikategorikan sebagai kekerasan berbasis gender online (KBGO). Ada beberapa modus yang sering digunakan oleh pelaku sextortion untuk menjebak korban.
Pertama, pelaku melakukan phishing (pengelabuan untuk mengumpulkan data pribadi) terhadap korban. Pelaku mengirimkan tautan yang jika diklik akan mengaktifkan alat penyadap di gadget milik korban. Melalui alat penyadap tersebut, pelaku dapat mengumpulkan data pribadi milik korban, termasuk foto/video privat.
Kedua, pelaku dan korban sebelumnya telah sepakat melakukan interaksi seksual secara online. Misalnya, sexting, video call yang bersifat seksual, atau mengirimkan konten intim. Lalu, pelaku diam-diam mengambil screenshot serta menyimpan konten-konten intim yang dikirimkan oleh korban.
Ketiga, pelaku mengirim pesan yang menyatakan bahwa dirinya memiliki konten-konten privat korban. Dalam hal ini, pelaku belum tentu benar-benar memiliki konten tersebut. Namun, ia menggunakan ancaman untuk membuat korban merasa panik dan melakukan pemerasan terhadapnya.
Sextortion dapat dilakukan oleh orang asing maupun orang yang dikenal oleh korban. Misalnya, pasangan, teman, keluarga, rekan kerja, dan masih banyak lagi. Siapa saja bisa menjadi korban sextortion. Namun, perempuan dan anak jauh lebih rentan menjadi korban. Begitu pula orang yang terjebak dalam toxic relationship. Misalnya, kamu menolak permintaan uang dari pasanganmu. Lalu, pasanganmu mengancam akan menyebarkan konten intim yang kamu bagikan dengannya.
Baca juga: Mengenali Taktik DARVO, Strategi Victim Blaming ala Pelaku Kekerasan Seksual
Menghadapi Sextortion
Sama seperti kasus-kasus KBG lainnya, tindak lanjut sextortion kerap terhambat oleh lemahnya mekanisme pelaporan maupun landasan hukum yang berlaku. Di Indonesia, korban sextortion justru rentan mengalami kriminalisasi menggunakan UU Pornografi karena telah membuat konten intim. Belum lagi persoalan aparat penegak hukum yang masih sering bersikap diskriminatif.
Meski saat ini belum ada mekanisme yang jelas untuk mengatasi sextortion, tetapi kamu bisa melakukan sejumlah hal berikut:
Jangan Sembarangan Klik Tautan Mencurigakan
Seperti yang telah disebutkan, pelaku sextortion kerap melakukan phishing untuk mencuri konten intim korban yang akan digunakan sebagai alat pemerasan. Oleh karena itu, jangan sembarangan mengklik tautan yang sekiranya mencurigakan. Apalagi jika tautan tersebut dikirimkan oleh orang yang nggak kamu kenal.
Jika kamu mendapatkan tautan mencurigakan, lebih baik kamu segera melaporkan dan memblokir akun atau kontak pelaku. Kamu bisa melaporkan kiriman tersebut sebagai spam.
Jangan Sembarangan Menyebarkan Konten Intim
Setiap individu memang memiliki otoritas atas tubuhnya sendiri. Hal ini termasuk hak membuat konten intim milik pribadi. Namun, kamu tetap perlu berhati-hati dengan maraknya penyalahgunaan konten intim, termasuk sextortion.
Kamu perlu curiga apabila pasanganmu memaksa agar kamu memberikan konten intim kepada mereka. Pemaksaan konten intim tidak hanya berpotensi menjadi langkah awal terjadinya sextortion. Hal tersebut sudah dapat dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran boundaries dan kekerasan seksual.
Menyuarakan Kampanye tentang Sextortion
Isu sextortion memang belum begitu banyak dibicarakan. Padahal jumlah kasusnya sudah sangat banyak dan kemungkinan akan terus bertambah. Kamu bisa berkontribusi dengan cara melakukan kampanye tentang sextortion. Sebarkanlah informasi edukatif seputar sextortion melalui platform media sosial, dan diskusikan dengan orang-orang di sekitarmu.
Dengan begitu, kamu dapat meningkatkan kesadaran masyarakat akan isu sextortion. Selain itu, kampanye tentang sextortion dapat mendorong negara untuk lebih serius menangani kasus sextortion yang terjadi di Indonesia.
Meminta Pertolongan Lembaga Bantuan Korban Kekerasan
Apa yang harus kamu lakukan apabila menjadi korban sextortion? Kamu bisa meminta pertolongan kepada lembaga bantuan korban kekerasan. Saat ini, Indonesia memiliki website Cari Layanan yang mengkurasi lembaga bantuan dari berbagai wilayah. Mulai dari LBH, konselor/psikolog, rumah aman, dan lain sebagainya. Kamu bisa mencari lembaga bantuan sesuai dengan kebutuhanmu di sana.
Kamu juga bisa menghubungi lembaga bantuan yang secara khusus bergerak dalam penanganan kejahatan siber, termasuk KBGO. Contohnya, SAFEnet dan TaskForce KBGO. Kamu bisa mengajukan laporan kepada mereka. Selanjutnya, mereka akan melakukan pemetaan risiko serta menindaklanjuti kasus sextortion yang kamu alami.
Jika kamu hendak melapor ke polisi, ada baiknya kamu meminta pendampingan LBH. Seperti yang sudah disebutkan, aparat penegak hukum masih sering bersikap diskriminatif terhadap korban KBG. Pendampingan dari LBH dapat meminimalisir risiko kamu mengalami reviktimisasi (menjadi korban untuk kedua kalinya) atau bahkan kriminalisasi oleh aparat yang tidak bertanggung jawab.
Momentum 16 HAKTP merupakan saat yang tepat untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, serta menuntut keseriusan pemangku kebijakan dalam menghadapi sextortion. Yuk, kita bersama-sama melawan sextortion dan berbagai bentuk KBG lainnya. Selalu berhati-hati dan saling jaga, ya, girls! Stay safe!
Kalau kamu butuh safe space untuk ngobrol seputar kekerasan seksual, yuk gabung ke Girls Beyond Circle! Klik di sini untuk join, ya!
Comments
(0 comments)