Acara Women in Coffee: Sharing tentang Kopi, Perempuan, sampai Belajar Latte Art
Di zaman modern ini, kopi telah menjadi bagian tak terpisahkan dari gaya hidup banyak orang.
Eksistensi kafe yang berkembang pesat menawarkan lebih dari sekadar minuman, namun juga menjadi ruang sosial, tempat bersantai, bekerja, atau sekadar menyendiri sambil menikmati momen.
Dalam dunia kopi yang sering kali didominasi oleh figur laki-laki, peran perempuan saat ini semakin terlihat dan diakui.
Hal ini terbukti melalui kolaborasi Girls Beyond dan Fore Coffee dalam acara bertajuk Women in Coffee yang digelar pada Sabtu (20/04/2024), bertepatan dengan perayaan hari Kartini di bulan April.
Acara ini bertujuan untuk merayakan peran perempuan dalam dunia kopi sambil memberikan ruang bagi peserta untuk belajar seputar kopi yang dipandu oleh Zabrina Mayang dan Marchieta Almathea sebagai Top 6 Fore Grind Master 2023.
Dengan antusias tinggi, para peserta menerima banyak insights seputar kopi hingga melakukan aktivitas seru dalam sesi latte art challenge dengan berbagai hadiah menarik dari Girls Beyond dan Fore Coffee.
Kira-kira, topik menarik apa saja sih yang dibahas dalam Women In Coffee 2024 kali ini? Simak dalam artikel Girls Beyond berikut.
Asal Mula dan Sejarah Kopi yang Menggelitik
Sejarah kopi dunia mulanya ditemukan dengan tidak sengaja oleh penggembala kambing asal Ethiopia bernama Kaldi.
Kaldi menemukan kambing-kambingnya bersemangat dan tidak dapat tidur di malam hari setelah mengonsumsi buah-buahan berbentuk ceri dan berwarna merah dari tanaman tidak dikenal.
Merasa janggal, Kaldi yang penasaran akhirnya turut mencoba buah tersebut untuk mengetahui reaksinya. Benar saja, Kaldi mengalami gejala yang sama dengan kambing-kambingnya.
Karena merasa bahwa buah-buahan tersebut memiliki potensi, Kaldi pun mengolahnya untuk menghasilkan aroma dan rasa yang sekarang kita nikmati sebagai kopi.
Pengolahan kopi Arabika yang dilakukan secara tradisional di Arab kemudian berkembang dan memiliki banyak peminat sehingga berdirilah kedai kopi pertama bernama Kiva Han di Kota Konstantinopel (Turki) yang sekarang terkenal dengan sajian kopi khas Turki.
Meluasnya popularitas kopi membawanya eksis hingga ke negara-negara Eropa, termasuk Italia dan Belanda yang kembali menyebarluaskannya ke negara lain, termasuk Indonesia.
Masuknya Kopi ke Indonesia
Sejarah masuknya kopi ke Indonesia, mulanya dibawa dan dibudidayakan oleh Belanda di Pulau Jawa pada abad ke-17 dengan tipe kopi Arabika.
Dalam kurun waktu 10 tahun, Indonesia menjadi penghasil kopi Arabika dengan penghasilan ekspor melimpah di setiap pulaunya.
Namun naas, pada tahun 1878 atau 200 tahun setelah budidaya kopi pertama kali muncul, penyakit karat daun (Hemileia vastatrix) merusak seluruh perkebunan Indonesia.
Untuk mengembalikan kejayaan kopi di Indonesia, pada tahun 1900 Belanda mensiasatinya dengan mengganti jenis kopi Arabika menjadi Robusta yang diketahui memiliki ketahanan terhadap serangan penyakit karat daun.
Benar dugaan Belanda, bahwa mulai dari pengenalan dan penanaman kembali biji kopi Robusta pada zaman itu, Indonesia pernah menjadi pengekspor kopi terbesar di dunia.
Kopi Indonesia dikenal dengan berbagai variasi dan citarasa yang unik, mulai dari kopi Arabika yang halus dan beraroma hingga kopi Robusta yang kuat dan penuh karakter.
Aroma dan rasa biji kopi Arabika dan Robusta dipengaruhi oleh iklim, keadaan tanah, dan suhu, tempat keduanya tumbuh.
Arabika memiliki rasa dengan acidity tinggi karena tumbuh di daerah 700-2000 Mdpl. Sedangkan, Robusta memiliki rasa yang cenderung lebih tebal atau pahit karena dipengaruhi oleh penanaman di dataran rendah 400-700 Mdpl, di mana terdapat banyak hama pada area tersebut sehingga menghasilkan kafein yang lebih kuat.
Perbedaan visual keduanya juga dapat kamu lihat dari garis tengah pada biji kopi, lho! Arabika memiliki visual garis tengah membentuk S. Sedangkan, Robusta memiliki garis tengah lurus pada biji kopinya.
Belajar Membuat Espresso dan Latte Art
Pada acara Women In Coffee, Girls Beyond Circle dan Fore Circle mendapat kesempatan untuk belajar seputar espresso dan latte art secara teori dan praktis.
Penamaan espresso pada minuman kopi yang sering kamu jumpai pun sejatinya berasal dari kata “express” atau cepat, yang diperkenalkan oleh negara-negara di Eropa.
Espresso dibuat dengan teknik pengolahan yang mengekstrak rasa dari biji kopi yang digiling halus dengan menggunakan tekanan air panas.
Metode ini diciptakan untuk menghasilkan kopi dengan rasa yang konsisten dan kuat dalam waktu singkat.
Adapun pada sesi yang dipandu oleh barista Mayang dan Thea, para peserta terjun langsung untuk praktik membuat espresso dan latte art.
Mayang menerangkan alat dan bahan apa saja yang dipakai untuk pembuatan espresso dan latte art. Peserta diminta berdiri di belakang bar untuk
Dengan kreativitas dan filosofi sebagai pusatnya, peserta diminta untuk mengungkapkan diri melalui setiap cangkir latte yang mereka buat.
Terbagi menjadi dua kelompok, para peserta memulai praktik dengan mengoperasikan steamer susu pada mesin espresso dilanjut dengan menuangkan susu untuk kemudian diproses menjadi bahan latte art.
Setelahnya, para peserta mengabadikan hasil karya mereka untuk latte art challenge dengan hadiah menarik dari Girls Beyond dan Fore.
Perempuan di Industri Kopi
Gender barrier atau hambatan gender dalam dunia kerja tentu bukan hal baru. Namun melalui prestasi Zabrina Mayang dan Marchieta Almathea, membuktikan bahwa peran perempuan dalam dunia kopi patut diperhitungkan.
Usaha dan keuletan mereka dalam kesibukan kuliah sambil bekerja sebagai barista membuahkan hasil dengan terpilihnya Mayang dan Thea menjadi Top 6 Fore Grind Master 2023 dari ratusan partisipan lainnya di seluruh Indonesia dan Singapura.
“Dulu aku kuliah dan semester awal jam kuliahnya gak begitu padat. Dari situ, aku berpikir untuk mengisi waktu luang, salah satunya dengan menjadi barista,” ujar Thea
“Fore ngasih kesempatan untuk para baristanya mengeksplor banyak hal dan keterusan deh sampai sekarang,” lanjutnya.
Tak jauh beda dengan Thea, Mayang mengisi waktu luang semasa gap year dengan mencoba menjadi barista dan berlanjut hingga selesai berkuliah dan bekerja.
Berbicara mengenai peran perempuan dalam Industri kopi, Mayang dan Thea hanya ditemani oleh
“Tantangan jadi perempuan di antara banyak laki-laki di industri ini, kita tetap harus percaya diri. Ketika dari diri kita gak percaya diri, aura yang muncul akan sulit untuk membuat diri kita sendiri bersemangat. Kalau kalian bekerja atau berada di lingkungan yang didominasi oleh laki-laki, kuncinya percaya diri aja. Trust yourself, trust your process,” terang Thea pada Girls Beyond Circle dan Fore Circle.
Gender barrier yang dirasa oleh Mayang saat menjadi barista adalah ketika ia menemukan bahwa perempuan cenderung ditempatkan di bagian kasir atau diragukan untuk mengambil bagian menjadi barista.
Dengan adanya hambatan tersebut, Mayang justru membuktikan diri bahwa ia mampu untuk mengerjakan peran barista, termasuk kemampuan dalam mengingat recipe dan membuat minuman untuk konsumen.
Tak ayal, bahwa usaha tersebut dibuktikan melalui keikutsertaan Mayang dan Thea dalam Fore Grind Master 2023.
Melihat perjalanan mereka menjadi barista, Thea memberi tips bagi pegiat kopi untuk menemukan circle terbaik dan berkualitas agar potensi dalam diri bisa tersalurkan dan berkembang dengan baik.
“Waktu FGM (Fore Grind Master), peserta perempuan yang ikut cuma ada tiga. Tapi, aku dan Thea bisa buktiin dengan masuknya kami di Top 6. Jadi, gak cuma laki-laki yang bisa jadi barista. Terlebih, barista perempuan internasional seperti Linda Rusly dan Shayla Philipa yang sudah mendunia,” jelas Mayang.
Sebagai penutup dalam sesi tersebut, Mayang dan Thea memberi kata-kata penyemangat bagi para peserta untuk percaya diri dalam segala hal tanpa merasa rendah diri saat berada di lingkungan yang didominasi oleh laki-laki.
Women In Coffee kali ini sangat seru dan penuh dengan wawasan! Tertarik untuk ikut acara lainnya yang serupa? Yuk, join komunitas Girls Beyond Circle untuk dapetin info seputar keseruan event lainnya.
Comments
(0 comments)