gagal menampilkan data

ic-gb
detail-thumb

Pengen Pacaran Tapi Takut Berkomitmen? Bisa Jadi Kamu Punya Fearful-Avoidant Attachment Style

Written by Angela Ranitta

“Sebenarnya, aku pengen banget punya pacar. Tapi, gimana kalau ternyata aku mencintai orang yang salah? Gimana kalau ternyata dia red flag tapi baru ketauan waktu udah agak lama pacaran? Duh, kayanya nggak dulu, deh buat menjalin hubungan, aku belum siap!”

Hai, girls! Apakah kamu pernah atau sering memiliki pemikiran seperti di atas? Kamu, tuh pengen banget menjalin hubungan asmara dengan seseorang. Namun, di sisi lain, kamu dipenuhi rasa takut dan cemas. Takut kalau ternyata kamu menjalin hubungan dengan orang yang salah, atau baru ketahuan toxic-nya setelah sekian lama. Kamu juga khawatir kalau pasanganmu memanfaatkan vulnerability yang kamu tunjukkan untuk memanipulasimu. 

“Sebenarnya, wajar nggak, sih memiliki rasa takut untuk memulai hubungan? Kok sepertinya hanya aku yang mengalaminya? Tapi, aku juga nggak tahu kenapa aku bisa secemas ini.” Jawabannya, bisa jadi kamu memiliki tipe keterikatan fearful-avoidant. Apakah artinya? Yuk, simak tulisan berikut ini!

Baca juga: Terlalu Bergantung pada Laki-laki, Bisa Jadi Kamu Punya Cinderella Complex

Mengenal Gaya Keterikatan Fearful-Avoidant 

Attachment style (gaya keterikatan) merupakan cara seseorang menjalin hubungan dengan orang lain. Ada 4 jenis attachment style, yaitu secure, ambivalent atau anxious, avoidant, dan disorganized. Tipe keterikatan disorganized juga sering disebut sebagai fearful-avoidant.

Sesuai namanya, disorganized attachment style menunjukkan gaya keterikatan yang kacau alias nggak jelas. Gaya ini ditandai dengan keinginan kuat untuk menjalin hubungan, tetapi sulit memercayai orang lain serta takut berkomitmen. Itulah sebabnya gaya ini disebut juga sebagai fearful-avoidant.

Apakah kamu tipe orang yang sering melakukan PDKT, tetapi kabur ketika gebetanmu mulai menunjukkan keseriusan? Nah, bisa jadi kamu memiliki gaya keterikatan fearful-avoidant. Kamu membuka diri terhadap pasangan potensial, tetapi kamu nggak berani melanjutkan hubunganmu ke tahap yang lebih serius. 

Baca juga: Berkaca dari Lagunya NIKI, Jangan Sampai Kamu Masuk Jebakan Backburner!

Penyebab Gaya Keterikatan Fearful-Avoidant 

Secara umum, gaya keterikatan dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu, termasuk pola asuh yang didapatkan ketika masih anak-anak. Seseorang yang dibesarkan oleh orang tua yang menunjukkan pola perilaku inkonsisten atau tak terduga sangat rentan memiliki fearful-avoidant attachment style. Misalnya, kamu dibesarkan oleh orang tua yang suka melakukan kekerasan. Namun, ada kalanya mereka bersikap sangat baik kepadamu. Contohnya, membelikan mainan yang kamu inginkan, memasak makanan kesukaanmu, memuji prestasimu, dan sebagainya. 

Selain itu, gaya keterikatan ini juga bisa muncul akibat menyaksikan kekerasan yang dilakukan oleh orang tua. Misalnya, kamu sering melihat ayahmu melakukan KDRT terhadap ibumu. Atau orang tuamu berselingkuh, tapi di satu sisi selalu memperlakukanmu dengan baik. Inkonsistensi sikap orang tua ini dapat menumbuhkan rasa takut, cemas, dan nggak aman dalam diri anak. Di sisi lain, anak nggak memiliki pilihan selain bergantung kepada mereka.

Gaya keterikatan fearful-avoidant juga dapat disebabkan oleh orang tua yang suka mengingkari janji. Contoh, orang tuamu berjanji akan mengajakmu liburan ke Bali kalau kamu berhasil mendapatkan peringkat pertama di kelas. Namun, ketika kamu menagih janji tersebut, mereka mengingkarinya dengan berbagai alasan. Nah, seringkali orang tua nggak sadar bahwa perilaku tersebut dapat menimbulkan trauma yang memengaruhi kepribadian anak hingga dewasa nantinya. 

Jika kamu dibesarkan oleh orang tua yang memiliki gaya keterikatan fearful-avoidant, kamu berisiko memiliki gaya keterikatan serupa nantinya. 

Baca juga: Apa Itu Inner Child dan Mengapa Bisa Terluka?

Ciri-ciri Gaya Keterikatan Fearful-Avoidant 

Seperti yang sudah disebutkan, gaya keterikatan fearful-avoidant identik dengan keinginan kuat untuk menjalin hubungan, tetapi takut memercayai orang lain. Berikut adalah sejumlah pertanda kamu memiliki gaya keterikatan fearful-avoidant:

  • Takut terhadap intimasi, termasuk hubungan percintaan 
  • Sulit berkomitmen dalam sebuah hubungan
  • Menganggap diri sendiri nggak pantas dicintai atau menjalin hubungan yang sehat
  • Bersikap skeptis atau curiga terhadap orang yang menunjukkan dukungan atau perhatian kepadamu
  • Sulit memercayai orang lain
  • Sulit mengendalikan perasaan sendiri, terutama rasa takut, marah, cemas, kecewa, sedih, dsb. 
  • Mudah merasa cemas, takut, atau nggak aman ketika berinteraksi maupun menjalin hubungan dengan orang lain
  • Selalu mencari kelemahan atau kesalahan orang lain agar punya alasan untuk mengakhiri relasi yang dijalin
  • Memiliki hubungan yang sangat emosional dengan orang lain
  • Cenderung ingin mengendalikan alur sebuah hubungan dengan bersikap dominan, bossy, atau perfeksionis

Menurut riset dari Favez dan Tissot (2019), seseorang dengan gaya keterikatan fearful-avoidant seringkali memiliki banyak pasangan seksual. Mereka kerap menjadikan aktivitas seksual sebagai coping mechanism. Misalnya, kamu ingin mendapatkan perhatian atau validasi, tetapi kamu takut berkomitmen. Maka dari itu, kamu menjalin hubungan friends with benefit (FWB) yang hanya berdasarkan pada pemenuhan kebutuhan seksual, tanpa perlu melibatkan perasaan atau komitmen. 

Baca juga: Suka Sama Cowok yang Lebih Tua karena Daddy Issues? Mengenal Daddy Issues dan Pertandanya

Dampak dan Penanganan Gaya Keterikatan Fearful-Avoidant

Setiap gaya keterikatan tentu sangat berdampak terhadap seseorang dan hubungan yang mereka jalin. Jika kamu memiliki gaya keterikatan fearful-avoidant, kemungkinan besar kamu sulit berkomitmen dengan orang lain. Mungkin saja kamu akan menjadi seorang serial dater alias seseorang yang sering PDKT atau menjalin relasi yang nggak serius. Hal ini termasuk menjalin hubungan kasual alias tanpa komitmen yang biasanya hanya diisi dengan interaksi seksual. 

Selain itu, kamu rentan terjebak dalam toxic relationship akibat gaya keterikatan fearful-avoidant. Bahkan mungkin saja kamu menjadi pelaku kekerasan itu sendiri. Misalnya, sering putus-nyambung karena kamu selalu mempermasalahkan hal sepele dalam hubungan. Atau bersikap posesif terhadap pasangan karena memiliki trust issue

Baca juga: Sering Meragukan Pasangan? Bisa Jadi Gejala Relationship OCD

Lalu, apa yang harus kamu lakukan jika memiliki gaya keterikatan fearful-avoidant? Berikut adalah sejumlah tips buat kamu yang punya gaya keterikatan ini:

Bersikap Baik terhadap Diri Sendiri

Seseorang dengan gaya keterikatan fearful-avoidant cenderung memandang dirinya sendiri secara negatif. Misalnya, kamu menganggap dirimu nggak pantas dicintai. Maka dari itu, mulailah bersikap baik terhadap diri sendiri. Kamu memang bukan manusia yang sempurna. Kamu punya kelemahan, pernah gagal, dan bisa melakukan kesalahan. Namun, bukan berarti kamu nggak berharga dan nggak pantas dicintai. 

Sebelum mencari cinta dari orang lain, cintailah dirimu sendiri terlebih dulu. Sebab, cinta dari orang lain nggak akan pernah bisa menggantikan cinta untuk diri sendiri. Jika kamu nggak menghargai dirimu sendiri, maka kamu nggak akan pernah merasa cukup dengan apresiasi atau cinta dari orang lain.

Menetapkan Boundaries

Gaya keterikatan fearful-avoidant kerap membuat seseorang nggak memiliki boundaries yang jelas. Selain itu, mungkin saja kamu sulit memahami boundaries yang diterapkan oleh orang lain. Karenanya, kamu perlu untuk menetapkan boundaries dalam menjalin relasi dengan orang-orang di sekitarmu. 

Identifikasi apa saja yang membuat kamu nyaman atau tidak dalam sebuah hubungan. Kemudian, komunikasikan boundaries-mu tersebut dengan orang-orang di sekitarmu, seperti keluarga, teman, atau pasangan. Tegaskan kepada mereka bahwa kamu ingin boundaries-mu dihargai. 

Selain itu, selalu tanyakan apa yang membuat orang lain nyaman atau tidak. Jangan ragu meminta maaf ketika kamu nggak sengaja melanggar boundaries seseorang. Menetapkan boundaries yang jelas sangatlah penting dalam membangun sebuah hubungan yang sehat.

Mempraktikkan Mindfulness

Gaya keterikatan fearful-avoidant membuatmu mudah merasa cemas. “Duh, kalau ternyata pasanganku toxic gimana, ya? Kalau aku diselingkuhi aku harus apa? Bagaimana kalau dia menuntut keseriusan dalam hubungan kami?” Karenanya, kamu bisa mempraktikkan mindfulness untuk mengatasi rasa cemas yang kamu miliki. 

Cemas terhadap masa depan itu wajar, kok. Namun, kamu perlu menyadari bahwa setiap manusia nggak mungkin 100% terbebas dari masalah atau konflik. Selain itu, kamu juga perlu menyadari bahwa ada banyak hal di dunia ini yang berada di luar kendalimu. Daripada mengkhawatirkan apa yang belum tentu terjadi, lebih baik kamu fokus pada masa sekarang. 

Mengkomunikasikan dengan Pasangan

Jika kamu sedang PDKT atau telah memiliki pasangan, sebaiknya kamu membicarakan masalahmu tersebut dengan mereka. Kamu bisa mengungkapkan hal-hal yang membuatmu takut berkomitmen atau sulit memercayai orang lain. Selain itu, ungkapkan juga hal-hal yang membuatmu kurang nyaman dalam sebuah hubungan. 

Mengkomunikasikan masalah dengan pasangan sangatlah penting. Sebab, dari situ kamu dan pasangan bisa saling memahami karakter satu sama lain. Selanjutnya, kalian bisa mencari jalan keluar dari permasalahan tersebut bersama-sama. 

Berkonsultasi ke Profesional

Jika kamu memiliki gaya keterikatan fearful-avoidant, ada baiknya kamu meminta bantuan tenaga profesional. Gaya keterikatan bukanlah sesuatu yang mudah untuk diubah. Sebab, gaya keterikatan yang kamu punya disebabkan oleh pola asuh semasa kecil yang sudah sangat melekat dalam dirimu. Berkonsultasi dengan psikolog dapat membantumu mengidentifikasi masalah yang kamu miliki hingga ke akarnya. Selain itu, kamu akan mendapatkan penanganan yang tepat. 

Baca juga: Rekomendasi Buku yang Bahas Trauma Masa Kecil

Itu tadi beberapa hal yang perlu kamu ketahui tentang gaya keterikatan fearful-avoidant. Jika kamu termasuk orang yang memiliki gaya keterikatan ini, jangan ragu untuk segera mencari bantuan, ya. Semoga kamu segera pulih dari trauma masa lalumu dan bisa menjadi versi dirimu yang semakin baik. Semangat, girls!

Kalau kamu butuh ruang aman untuk ngobrol seputar relationship dan kesehatan mental, Girls Beyond Circle adalah tempat yang tepat untukmu! Yuk, klik di sini untuk bergabung!