Mengenal Jenis-jenis Luka Inner Child, Penyebab, dan Cara Menyembuhkannya
Belakangan ini, inner child menjadi salah satu topik yang sering dibicarakan di media sosial. Katanya, setiap tindakan yang kamu lakukan dipengaruhi oleh inner child-mu. Bahkan hal sesepele kebiasaan terburu-buru saat makan aja dibilang pertanda kamu punya trauma masa kecil. Duh, bener nggak, sih, girls?
Obrolan seputar inner child yang marak di media sosial adalah pertanda masyarakat semakin melek akan pentingnya kesehatan mental. Namun, hal ini nggak lantas luput dari kritikan. Beberapa orang menganggap penggunaan istilah inner child saat ini cenderung overused hingga melenceng dari makna sesungguhnya. “Dikit-dikit inner child, dikit-dikit trauma, lebay, deh!” Selain itu, nggak sedikit pula yang merasa banyak orang menggunakan inner child sebagai pembenaran atas sikap buruk mereka.
Sebenarnya, apa, sih definisi inner child? Seberapa besar dampaknya terhadap kepribadianmu?
Baca juga: Apa Itu Inner Child dan Mengapa Bisa Terluka?
Mengenal Inner Child
Inner child adalah sebuah konsep yang menggambarkan sisi kanak-kanak dalam dirimu. Sejumlah sumber menyatakan bahwa inner child telah terbentuk sejak kamu masih berada dalam kandungan. Pengalaman yang dialami ibu saat mengandungmu nantinya dapat berpengaruh pada dirimu. Inner child akan mengalami perkembangan sampai kamu memasuki usia pra-remaja.
Selain inner child, kamu juga memiliki inner teenager dan inner adult. Inner teenager adalah sisi remaja dalam dirimu yang terbentuk saat kamu memasuki fase usia remaja. Sementara itu, inner adult adalah sisi orang dewasa yang terbentuk saat kamu menginjak kedewasaan. Karena proses pembentukannya yang saling berkesinambungan, inner teenager maupun inner adult akan sangat dipengaruhi oleh inner child-mu. Setiap orang memiliki inner child, inner teenager, serta inner adult. Namun, nggak semua orang menyadarinya.
Mengenal Luka Inner Child
Inner child merekam semua kejadian yang kamu alami semasa kecil tanpa terkecuali. Sebagai manusia, tentu mustahil bagimu untuk menghindari pengalaman yang kurang menyenangkan. Sebab, ada banyak hal di dunia ini yang nggak bisa kamu kendalikan. Pengalaman buruk yang terjadi saat kamu masih kecil akan terekam dalam diri inner child-mu. Akibatnya, inner child-mu bisa mengalami luka.
Masalahnya, luka inner child yang nggak pulih dapat membawa dampak negatif terhadap dirimu. Mulai dari kepribadian, sikap, hingga relasi dengan orang-orang di sekitarmu. Bahkan seringkali dampak dari luka inner child tersebut nggak kamu sadari. Misalnya, kamu punya kepribadian plin-plan. Ternyata, hal ini disebabkan karena kamu dibesarkan oleh orang tua yang sangat otoritatif. Mereka selalu mengontrol hidupmu dan nggak mengizinkanmu punya pendapat atau mengambil keputusan sendiri.
Secara umum, luka inner child dibagi menjadi 4 jenis sesuai dengan penyebabnya. Mereka adalah abandonment wound, neglect wound, guilt wound, dan trust wound.
Baca juga: Rekomendasi Buku yang Bahas Trauma Masa Kecil
Abandonment Wound
Jenis luka inner child yang pertama disebut sebagai abandonment wound. Luka ini disebabkan oleh pengalaman ditinggalkan atau berpisah dengan orang-orang terdekat saat masih kecil. Misalnya, orang tua, saudara, sahabat, dan sebagainya. Sejumlah penyebab abandonment wound, antara lain:
- Kematian orang terdekat
- Perceraian orang tua
- Sering ditinggal orang tua tanpa penjelasan atau pamit
- Orang tua meninggalkanmu sebagai bentuk hukuman (misalnya ketika kamu tantrum di tempat umum)
- Dibesarkan oleh orang tua yang punya kebiasaan kabur saat bertengkar
Dampak dari abandonment wound adalah munculnya ketakutan akan ditinggalkan yang sangat besar. Selain itu, kamu memiliki kebiasaan untuk meninggalkan orang lain ketika terjadi masalah.
Abandonment wound dapat berkembang menjadi gaya keterikatan anxious (anxious attachment style). Gaya keterikatan ini biasa ditandai dengan ketergantungan serta haus validasi dari pasangan. Kamu selalu bertanya-tanya apakah pasanganmu benar-benar mencintaimu, sekaligus merasa dirimu nggak pantas dicintai.
Abandonment wound juga dapat berkembang menjadi gaya keterikatan avoidant (avoidant attachment style). Gaya keterikatan yang satu ini adalah kebalikan dari anxious attachment style. Kamu sering bersikap emotionally unavailable dan menghindari intimasi dengan pasangan. Selain itu, kamu sulit mengungkapkan perasaan dan cenderung menutup diri saat mengalami masalah.
Baca juga: Mengenal Anxious Attachment Style yang Bikin Kamu Haus Validasi Pasangan
Neglect Wound
Sekilas, luka inner child yang satu ini hampir sama dengan abandonment wound. Neglect wound adalah luka yang disebabkan oleh pengabaian saat kamu masih kecil. Pengabaian yang kamu alami bisa secara fisik, psikis, ataupun emosional. Berikut adalah penyebab neglect wound:
- Nggak pernah menerima apresiasi dari orang tua
- Diabaikan saat menangis, merajuk, atau menunjukkan perasaan yang dianggap negatif (sedih, marah, kecewa, dll.)
- Orang tua nggak menunjukkan ketertarikan pada anak (mengabaikan cerita, melupakan hari ulang tahun, nggak menghadiri pentas seni, dll.)
- Dibesarkan oleh orang tua yang nggak pernah melindungi atau membantumu, seringkali dengan alasan bahwa kamu harus belajar mandiri sejak kecil
- Sering dilupakan oleh orang tua (nggak disediakan makanan, dijemput dari sekolah, diberi saku, dll.)
Orang tua yang melarang anak untuk berpendapat atau berekspresi juga dapat menjadi salah satu faktor munculnya neglect wound. Pendapat anak dianggap nggak penting dan perasaannya diremehkan karena mereka masih kecil dan belum memiliki banyak pengalaman atau wawasan seperti orang tuanya. Akibatnya, anak tumbuh menjadi sosok yang pasif, serta memiliki kebiasaan untuk memendam perasaan (bottling up).
Neglect wound juga dapat terjadi kepada anak yang menerima perlakuan kurang adil dari orang tuanya. Beberapa orang tua memang melakukan favoritisme alias menganakemaskan salah satu anak saja. Favoritisme umumnya terjadi kepada anak yang paling muda, berprestasi, berkebutuhan khusus, atau pernah mengalami kejadian traumatis, seperti kecelakaan, penculikan, sakit keras, dan sebagainya.
Baca juga: Merasa Emotionally Unavailable? Bisa Jadi Kamu Punya Avoidant Attachment Style!
Guilt Wound
Setiap orang pasti pernah melakukan kesalahan dan merasa bersalah. Namun, perasaan bersalah yang nggak diproses dengan baik dapat menimbulkan luka. Guilt wound adalah jenis luka inner child yang disebabkan oleh kesalahan atau perasaan bersalah yang mendalam saat kamu masih kecil. Beberapa penyebab guilt wound, yaitu:
- Menerima reaksi berlebihan saat melakukan kesalahan atau mengalami kegagalan (dimarahi secara meledak-ledak, menerima kekerasan, ditolak saat meminta maaf, dll.)
- Orang tua selalu mengungkit-ungkit masalah yang sudah usai, atau mempermasalahkan hal-hal sepele
- Dipermalukan di depan umum oleh orang terdekat, termasuk orang tua yang menggunakan rasa malu sebagai senjata untuk menghukummu
- Dimarahi, dihina, atau dipermalukan oleh orang tua saat memiliki pendapat atau keputusan pribadi yang berbeda dengan mereka
- Dibesarkan oleh orang tua yang sering melakukan gaslighting
Guilt wound dapat disebabkan oleh orang tua yang ambisius dan perfeksionis. Mereka selalu menuntut anaknya untuk berprestasi, menunjukkan image sempurna, dan menonjol di antara teman-temannya. Orang tua seperti ini memberikan apresiasi yang minim dengan alasan supaya kamu nggak mudah puas dengan pencapaianmu. Di sisi lain, mereka bisa memberikan hukuman yang sangat keras saat kamu nggak berhasil memenuhi ekspektasi orang tua.
Selain itu, guilt wound juga bisa terjadi pada kamu yang semasa kecil menjadi “kambing hitam” dalam keluargamu. Ketika kamu dan saudaramu menghadapi masalah, hanya kamu yang disalahkan, sedangkan saudaramu dibiarkan bahkan dibela. Tiap kali saudaramu menangis, kamu jadi orang pertama yang dituduh sebagai biang keroknya. Atau orang tuamu selalu menganggap kamu nggak bisa jadi contoh yang baik bagi saudaramu.
Baca juga: Pengen Pacaran Tapi Takut Berkomitmen? Bisa Jadi Kamu Punya Fearful-Avoidant Attachment Style
Trust Wound
Apakah orang tuamu pernah mengingkari janjinya terhadapmu? Atau teman baikmu membocorkan rahasiamu kepada orang lain? Kejadian-kejadian tersebut bisa membuatmu mengalami luka inner child yang disebut trust wound. Sesuai namanya, luka ini disebabkan oleh rusaknya kepercayaan terhadap orang-orang terdekat saat kamu masih kecil. Trust wound dapat disebabkan oleh sejumlah faktor di bawah ini:
- Orang tua sering mengingkari janji
- Dikhianati oleh orang terdekat
- Perceraian atau perpisahan orang tua
- Tinggal dalam lingkungan atau situasi yang kurang aman (daerah konflik, pemukiman dengan angka kriminalitas tinggi, orang tua yang melakukan KDRT, dll.)
- Menyaksikan orang tua melakukan perselingkuhan
Trust wound juga dapat terjadi kepada anak yang dibesarkan oleh orang tua yang protektif. Mereka selalu mengontrol kehidupanmu, bersikap skeptis terhadap teman-temanmu, dan mengekang pergaulanmu dengan orang lain. Orang tua seperti ini juga seringkali kurang menghargai privasi anak. Ketika dikonfrontasi, tak jarang mereka melakukan gaslighting terhadap anak. Misalnya,”Kok kamu marah? Jangan-jangan kamu beneran menyembunyikan sesuatu, ya?!” atau,”Kamu itu anakku dan tinggal di rumahku! Ayah/Ibu berhak melakukan ini!”
Selain itu, kamu juga bisa memiliki trust wound karena menyaksikan orang tuamu saling membohongi atau menyembunyikan sesuatu. Terkadang mereka mengancammu agar nggak membocorkannya. Namun, ada pula yang menggunakan cara-cara yang lebih “halus”, alias berdalih untuk membenarkan tindakannya.
Baca juga: Rekomendasi Film Indonesia yang Bicara soal Hubungan Orang Tua dan Anak
Dampak Luka Inner Child
Luka inner child yang nggak ditangani dapat berdampak buruk terhadap dirimu. Seperti yang sudah disebutkan, kepribadian inner child akan sangat berpengaruh terhadap pembentukan inner teenager dan inner adult-mu. Inner adult adalah sisi dirimu yang mampu berpikir dan bertindak secara objektif serta rasional. Jika luka inner child-mu nggak pulih, kemungkinan inner adult-mu juga akan gagal bersikap objektif maupun rasional.
Sejumlah pertanda bahwa kamu punya luka inner child yang belum pulih adalah:
Baca juga: Bagaimana Caranya Berhenti Menjadi People Pleaser?
- Kepercayaan diri rendah
- Sulit menerima dan menghargai diri sendiri
- Memiliki kecenderungan people pleaser
- Sering memendam perasaan dan merasa malu ketika mengungkapkannya
- Bersikap agresif ketika marah
- Sulit memercayai orang lain dan mudah curiga
- Menghindari konflik dan konfrontasi, termasuk kecenderungan melakukan silent treatment saat marah
- Sulit menerapkan boundaries untuk diri sendiri, maupun memahami boundaries orang lain
- Bersikap perfeksionis dan sangat takut akan kegagalan
- Nggak bisa menghadapi penolakan atau perpisahan dengan orang lain
- Merasa dirimu nggak pantas dicintai dan mudah menyalahkan diri sendiri saat disakiti oleh orang lain
- Menggantungkan harga diri terhadap hal-hal yang bersifat prestigius (prestasi akademik, kekayaan, jabatan, dll.)
- Melakukan aktivitas seksual yang kurang bertanggung jawab sebagai coping mechanism
- Sulit membuat keputusan sendiri
- Mudah merasa cemburu atau memandang rendah orang lain
Luka inner child yang nggak pulih dapat mengganggu hubunganmu dengan orang-orang di sekitarmu. Apakah kamu bolak-balik terjebak di dalam toxic relationship? Atau kamu merasa bahwa pertemananmu nggak berkualitas? Bisa jadi hal ini disebabkan oleh luka inner child-mu, lho. Selain itu, luka inner child yang nggak ditangani dengan baik juga bisa berkembang menjadi gangguan mental yang lebih serius.
Baca juga: 5 Film Indonesia yang Bahas Kesehatan Mental
Menyembuhkan Luka Inner Child
Salah satu cara efektif untuk menyembuhkan luka inner child adalah berkonsultasi ke psikolog. Sebab, psikolog dapat menilai dan menganalisis kondisi mentalmu secara profesional, sehingga mereka dapat menentukan diagnosis serta penanganan yang tepat untukmu. Saat ini, ada banyak layanan psikologi yang bisa kamu akses dengan mudah melalui aplikasi. Sebut saja Riliv, Kalm, Halodoc, dan Psylution. Biayanya pun relatif lebih terjangkau daripada konseling secara tatap muka.
Namun, tentunya konseling dengan psikolog saja nggak cukup. Kamu sendiri harus membangun niat serta upaya untuk memulihkan diri. Berikut adalah sejumlah tips buat kamu yang sedang dalam proses menyembuhkan luka inner child:
Baca juga: Dalami Isu Mental Health Lewat 5 Buku Ini!
Mengakui Bahwa Kamu Terluka
Tentunya, tahap pertama dalam proses pemulihan luka inner child adalah pengakuan. Jika kamu menyangkal dirimu sendiri, maka sulit untukmu sembuh dari luka-luka inner child. Kamu perlu mengakui bahwa kamu adalah pribadi yang terluka. Kamu juga perlu menyadari bahwa kamu nggak sempurna. Terimalah luka, kekurangan, atau kesalahan yang kamu miliki sebagai bagian dari dirimu.
Setelah mengakui luka-luka inner child-mu, saatnya kamu bersikap jujur terhadap diri sendiri. Tanyakan kepada dirimu hal-hal apa saja yang telah membuatmu terluka semasa kecil? Bagaimana perasaanmu saat hal itu terjadi? Apa yang kamu inginkan saat ini?
Baca juga: Lagu-lagu tentang Self Love yang Bisa Membangun Kepercayaan Dirimu Lagi
Melakukan Meditasi
Meditasi adalah aktivitas yang sering direkomendasikan untuk memulihkan luka batin. Saat melakukan meditasi, kamu bisa merefleksikan hal-hal yang sudah terjadi di kehidupanmu. Selain itu, kamu bisa bersikap lebih mindful terhadap masa sekarang. Mindfulness yang dilatih melalui meditasi dapat membantumu lebih fokus dengan kehidupanmu saat ini, serta apa saja yang bisa kamu lakukan untuk memulihkan luka inner child.
Meditasi juga bisa dijadikan sebagai sarana untuk “bertemu” dengan inner child-mu. Visualisasikan bahwa saat ini kamu berhadapan dengan dirimu sendiri saat masih kecil. Tanyakan kepadanya apa yang ia rasakan atau inginkan, serta bagaimana kamu bisa membantunya. Katakan kepada inner child-mu bahwa kamu menerima kehadirannya dan kamu mencintainya.
Baca juga: Museum dan Galeri Seni di Indonesia buat Kamu yang Pengen Healing
Melakukan Journaling
Selain meditasi, kamu juga bisa melakukan journaling sebagai bagian dari proses pemulihan luka inner child. Kamu bisa merefleksikan pengalaman masa lalu, menceritakan aktivitas sehari-hari, atau mengungkapkan harapanmu di masa yang akan datang. Journaling juga bisa merekam proses pemulihan luka inner child-mu. Sesekali kamu bisa membaca ulang isi jurnalmu dan menilai seberapa jauh kamu telah berkembang.
Journaling dapat membantumu mengungkapkan perasaanmu secara verbal. Perasaan yang terlalu lama dipendam atau nggak diproses dengan baik dapat keluar dalam bentuk tindakan yang kurang baik pula. Misalnya, melakukan kekerasan saat marah, silent treatment, menyakiti diri sendiri, dan lain sebagainya. Melalui journaling, kamu bisa belajar lebih mengenal dan memahami perasaanmu, sehingga ke depannya kamu dapat mencurahkannya dengan cara-cara yang lebih sehat.
Melakukan Hal yang Membuat Inner Child-mu Senang
Pernahkah kamu melihat orang dewasa membeli mainan anak-anak untuk dirinya sendiri? Ketika ditanya, mereka menjawab bahwa hal itu mengingatkannya kepada masa kecil mereka. Atau saat masih kecil, mereka pengen banget punya mainan tersebut, tapi nggak bisa membelinya karena berbagai alasan. Nah, kamu bisa melakukan hal serupa untuk menyenangkan inner child-mu, lho.
Tentunya, membahagiakan inner child nggak harus selalu ditempuh dengan membeli barang-barang yang kamu sukai saat masih kecil. Kamu bisa melakukan hal-hal lain yang sederhana, selama itu membuatmu merasa senang. Misalnya, menonton kartun favoritmu, jalan-jalan di taman, main game, dan sebagainya.
Baca juga: Inspirasi Hobi Baru ala Boyband “TREASURE” Agar Tahun 2023-mu Lebih Berwarna
Membangun Support System
Hal yang tak kalah penting dalam proses pemulihan luka inner child adalah support system. Support system nggak harus selalu berasal dari keluarga, kok. Kamu bisa menemukannya dalam pertemanan atau komunitas. Carilah orang-orang yang bisa kamu percaya dan andalkan.
Poin yang sering dilupakan dalam membangun support system adalah bersikap terbuka terhadap kehadiran orang-orang baru. Hal ini disebabkan oleh trust issue yang kerap dialami oleh seseorang yang inner child-nya terluka. Namun, menutup diri dari orang lain justru akan mempersulit proses pemulihanmu. Jadi, jangan ragu untuk berinteraksi dan membangun relasi baru, ya.
Baca juga: Rekomendasi Buku Self Help dari Member “SEVENTEEN”
Memulihkan luka inner child memang bukan hal yang mudah. Prosesnya pun seringkali berlangsung sangat lama. Namun, dengan begitu kamu bisa menjadi versi dirimu yang lebih baik lagi. Buat kamu yang sedang berproses dengan luka inner child, tetap semangat, ya! You matter and you deserve to be happy!
Kalau kamu pengen ngobrol lebih banyak seputar mental health, yuk gabung ke Girls Beyond Circle! Girls Beyond Circle adalah tempat yang safe dan fun buat kamu yang pengen level up bareng. Klik di sini untuk bergabung, ya!