
Penyebab 71 Ribu Perempuan Indonesia Memilih Childfree, Apa Potensi Dampaknya?
Pilihan untuk hidup tanpa anak atau childfree semakin banyak diambil oleh perempuan di Indonesia.
Menurut data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS), sekitar 8% atau setara dengan 71 ribu perempuan di tanah air, memilih untuk enggan memiliki anak, baik anak kandung maupun anak angkat.
Awalnya, fenomena childfree masih dianggap tabu di Indonesia. Namun, tren ini mulai naik sejak tahun 2020.
Seperti yang diungkap oleh Big Data BPS, persentase perempuan childfree di Indonesia meningkat dalam empat tahun terakhir.
Terutama saat semakin banyak masyarakat yang mulai berpikir bahwa keputusan untuk memiliki anak adalah pilihan hidup yang besar.
Tapi apa sih alasan di balik keputusan ini? Dan kira-kira, apa dampaknya untuk masa depan?
Baca juga: Alasan Gen Z Mau Childfree, Ternyata Karena Banyak Tantangan Sosial
Alasan Perempuan Indonesia Memilih Childfree Menurut Data BPS
Dalam menganalisis fenomena childfree di Indonesia, BPS mengacu pada data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS).
Fokusnya adalah perempuan berusia 15-49 tahun yang pernah kawin namun tidak melahirkan anak serta tidak menggunakan alat KB.
Berdasarkan Big Data BPS tentang ‘Menelusuri Jejak Childfree di Indonesia’, banyak perempuan di Indonesia memilih childfree karena berbagai alasan yang berkaitan dengan pendidikan, ekonomi, dan pandangan hidup.
Tren ini semakin terlihat di kalangan perempuan dengan pendidikan tinggi, seperti lulusan S2 dan S3, yang merasa bahwa memiliki anak bisa menghambat karier dan impian mereka.
Pendidikan yang lebih tinggi membuka peluang kerja lebih baik, dan bagi sebagian perempuan, mengejar karier serta kemandirian finansial menjadi prioritas dibandingkan membangun keluarga dengan anak.
Namun, keputusan untuk hidup childfree tidak hanya terbatas pada mereka yang berpendidikan tinggi. Di sisi lain, perempuan memilih untuk childfree karena alasan ekonomi.
Mereka menggunakan kata “beban” dan “takut” atas kekurangan finansial dan sulitnya membiayai kebutuhan anak, terutama di tengah naiknya biaya hidup dan harga properti. Kondisi ekonomi menjadi salah satu faktor yang kuat mendorong keputusan ini.
Selain itu, beberapa perempuan yang memilih childfree merasa bahwa keputusan tersebut lebih sesuai dengan gaya hidup mereka, terutama di kota-kota besar seperti Jakarta dan sekitarnya, di mana masyarakat lebih terbuka terhadap modernisasi dan pola pikir yang progresif.
Terlebih saat pandemi. Fakta menyebutkan dugaan bahwa COVID-19 telah menurunkan kemampuan finansial dan daya beli masyarakat DKI Jakarta dan Jawa Timur pada level yang sangat rendah.
Akibatnya, semakin banyak perempuan yang memilih hidup childfree agar tidak memperburuk perekonomian keluarga.
Baca juga: Benarkah Gen Z Dianggap Mudah Resign? Ini Alasannya!
Apa Potensi Dampak Childfree di Indonesia?
Jika tren ini berlanjut terus menerus, maka Indonesia beresiko kehilangan segmen generasi tertentu dalam piramida penduduk.
Beberapa aspek yang terkena dampaknya antara lain:
1. Penurunan Jumlah Penduduk di Masa Depan
Jika tren childfree terus meningkat, jumlah kelahiran di Indonesia bisa menurun secara signifikan dalam beberapa dekade mendatang.
Hal ini berpotensi menyebabkan ketidakseimbangan dalam piramida penduduk, di mana jumlah generasi muda yang lebih sedikit tidak cukup untuk menggantikan generasi tua yang menua.
Pada akhirnya, ini bisa memengaruhi jumlah tenaga kerja dan beban yang lebih besar pada generasi muda untuk mendukung sistem sosial dan ekonomi.
2. Menghambat Ekonomi Negara dan Dana Pensiun
Merujuk analisis Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), dalam jangka panjang, tren childfree dapat berdampak pada ekonomi negara.
Dengan semakin sedikitnya generasi muda yang lahir, populasi usia kerja akan menurun, yang dapat menyebabkan penurunan produktivitas ekonomi.
Selain itu, jumlah pekerja yang berkontribusi pada dana pensiun atau jaminan sosial juga akan berkurang, sehingga akan ada lebih banyak tekanan pada pemerintah untuk mendukung populasi lansia.
Seperti yang dikutip dari BPS, “Dalam jangka pendek, perempuan childfree dapat dikatakan meringankan beban anggaran pemerintah karena subsidi pendidikan dan kesehatan untuk anak menjadi berkurang. Namun dalam jangka panjang, kesejahteraan perempuan childfree usia tua akan berpotensi menjadi tanggung jawab negara.”
3. Perubahan Sosial dan Budaya
Di Indonesia, keluarga besar dan keturunan masih dianggap penting dalam banyak budaya lokal.
Namun, semakin berkembangnya tren childfree, bisa mengubah cara masyarakat memandang arti keluarga dan peran perempuan dalam masyarakat.
Pilihan untuk hidup tanpa anak juga seringkali menimbulkan perdebatan di media sosial, terutama terkait persepsi agama, nilai, dan norma sosial. Masyarakat mungkin akan semakin terbuka terhadap berbagai pilihan hidup yang beragam.
4. Perkembangan Kesempatan untuk Perempuan
Keputusan untuk childfree seringkali diambil oleh perempuan yang ingin lebih fokus pada pendidikan, karier, atau pengembangan diri.
Dampak positifnya, perempuan memiliki kesempatan lebih besar untuk mengejar mimpi dan tujuan pribadi tanpa harus mengikuti peran tradisional sebagai ibu.
Dengan demikian, ini bisa meningkatkan kesetaraan gender, dengan lebih banyak perempuan yang terlibat di berbagai bidang pekerjaan dan memiliki peran besar dalam masyarakat.
Baca juga: Budaya Patriarki pada Sektor Pekerjaan
Jadi, gimana menurutmu soal pasangan yang memilih childfree di Indonesia?
—
Yuk, diskusi bareng teman-teman di komunitas Girls Beyond Circle sekarang!
Cover: Pexels
Comments
(0 comments)