gagal menampilkan data

Article

Review Dokumenter ‘No Other Land’ yang Menang Oscar 2025, Kisahkan Perjuangan Palestina terhadap Israel

Written by Adila Putri Anisya

Oscar 2025 baru saja digelar! Ajang penghargaan film paling bergengsi di dunia ini kembali menghadirkan deretan pemenang dari berbagai kategori, mulai dari film terbaik hingga aktor dan aktris terbaik di 2025.

Salah satu yang bikin heboh tahun ini adalah kemenangan No Other Land dalam kategori Best Documentary Feature Film. 

Dokumenter ini mengangkat kisah tentang perjuangan warga Palestina menghadapi konflik dengan Israel, yang tentu saja memicu banyak perbincangan. 

Penasaran seperti apa isi dokumenternya? Yuk, simak review-nya!

Baca juga: 5+ Film Dokumenter Terbaik di Netflix yang Wajib Ditonton

Sinopsis No Other Land 

Review No Other Land
Sumber foto: IMDb

No Other Land adalah sebuah film dokumenter tahun 2024 yang disutradarai oleh Basel Adra, Hamdan Ballal, Yuval Abraham, dan Rachel Szor. 

Film ini berlatar tahun 2019-2023 yang mengisahkan perjuangan Basel Adra, seorang aktivis muda Palestina dari Masafer Yatta, Tepi Barat, dalam melawan pengusiran paksa oleh pasukan Israel. 

Selama enam tahun, Basel mendokumentasikan kehancuran rumah-rumah dan tekanan yang terus-menerus dihadapi komunitasnya akibat wilayah mereka dijadikan zona latihan militer.

Selain itu, film ini juga menyoroti persahabatan tak terduga antara Basel dan Yuval, seorang jurnalis Israel Yahudi yang ikut serta dalam perjuangan melawan pendudukan. 

Namun, perbedaan nasib mereka menjadi kontras, Basel harus menghadapi kekerasan dan pengusiran setiap hari, sementara Yuval hidup dengan aman dan bebas.

Adegan Cerita dengan Sudut Pandang Lebih Manusiawi

Review No Other Land
Sumber foto: IMDb

Salah satu kekuatan terbesar No Other Land adalah kemampuannya menghadirkan konflik Palestina-Israel dengan sudut pandang yang lebih manusiawi. 

Alih-alih menyajikan data dan statistik, dokumenter ini membawa penonton langsung ke dalam kehidupan Basel Adra, seorang aktivis Palestina yang menyaksikan rumah-rumah di kampung halamannya dihancurkan, serta Yuval Abraham, seorang jurnalis Israel yang memilih untuk berdiri di sisi kebenaran. 

Hubungan mereka mencerminkan perbedaan nasib yang mencolok, Basel hidup dalam ketakutan akan pengusiran, sementara Yuval menikmati kebebasan di negara yang sama. 

Namun, di balik perbedaan itu, ada persatuan dalam solidaritas dan perjuangan, yaitu mencapai keadilan.

Sebagian Besar Rekaman Menggunakan HP

Review No Other Land
Sumber foto: IMDb

Dokumenter ini banyak menggunakan rekaman dari HP Basel Adra sendiri, bikin kesannya jadi lebih dekat dan nyata. 

Lewat cara ini, penonton seakan diajak langsung ke tengah kejadian, merasakan tegangnya situasi, harapan yang muncul, sampai keputusasaan yang dialami warga Palestina.

Gaya sinematografi ini juga makin memperkuat emosi dalam film, adegan-adegan penuh ketegangan bercampur dengan momen-momen kecil yang justru terasa begitu berarti.

Baca juga: 5 Tontonan yang Diboikot Karena Isu Pro-Israel Selain Drama When the Phone Rings!

Momen yang Menyentuh Tanpa Perlu Dramatisasi

Review No Other Land
Sumber foto: IMDb

Dokumenter ini penuh dengan momen-momen yang menguras emosi penontonnya tanpa perlu didramatisasi berlebihan. 

Misalnya seperti adegan tentara menuangkan semen ke dalam sumur warga atau keluarga yang hanya bisa pasrah menyaksikan rumah mereka dihancurkan begitu menyayat hati. 

Keluarga-keluarga terpaksa meringkuk di gua-gua sementara mereka mencoba membangun kembali bangunan-bangunan sederhana di malam hari. 

“Kami enggak punya tanah lain, itu sebabnya kami menderita karenanya,” kata seorang wanita tua setelah rumahnya dihancurkan.

Namun, alih-alih mengandalkan narasi penuh kemarahan, film ini membiarkan realitas berbicara sendiri. 

Penonton dibiarkan menyimpulkan makna dari ketahanan dan perlawanan dalam kehidupan di bawah penindasan yang terus berlanjut.

Lebih dari Sekedar Dokumenter Tapi Panggilan Dunia untuk Peduli

Review No Other Land
Sumber foto: IMDb

Sepanjang film, penonton diajak menyaksikan momen-momen memilukan seperti penghancuran rumah, keteguhan komunitas dalam membangun kembali, hingga aksi perlawanan dan solidaritas yang muncul di tengah kekejaman. 

Film ini bukan hanya sekadar dokumentasi, tetapi juga seruan untuk keadilan dan dukungan terhadap masyarakat Masafer Yatta yang terus berjuang mempertahankan tanah mereka.

Kesimpulan Review No Other Land

Review No Other Land
Sumber foto: Pexels

Menonton No Other Land bukan hanya sekadar menyaksikan sebuah dokumenter, tapi seperti ikut merasakan kepedihan dan ketidakadilan yang dialami warga Palestina di Masafer Yatta. 

Tentara dengan mudahnya mengusir orang-orang dari rumah mereka, tanpa ada jawaban atas permohonan mereka untuk dibiarkan tinggal. Para penduduk hanya bisa berharap bahwa suara mereka yang tersebar di media sosial bisa membawa perubahan.

Di sepanjang film, ada banyak momen yang begitu menyayat hati, wanita yang mengumpulkan sisa-sisa rumah mereka dari reruntuhan, anak-anak kebingungan saat tempat bermain mereka dihancurkan, dan sumur yang diisi dengan semen sebagai upaya untuk menghapus kehidupan mereka dari tanahnya sendiri. 

Bahkan ketika mereka mencoba melakukan aksi damai dengan membawa spanduk bertuliskan “Palestinian Lives Matter,” mereka malah disambut dengan granat dan kekerasan.

Intinya, No Other Land bukan hanya sekadar dokumenter protes, tapi juga pengingat bahwa di balik angka dan berita tentang konflik, ada manusia yang berjuang untuk bertahan hidup. 

Seperti yang diungkapkan Adra di akhir film, ia masih memiliki harapan untuk perubahan. Dan begitu juga kita, sebagai penonton, diajak untuk enggak hanya menyaksikan, tetapi juga peduli.

Baca juga: 6 Film dari Kisah Nyata yang Beri Pelajaran Hidup, Wajib Nonton!

Gabung Girls Beyond Circle untuk dapatkan berita ter-update lainnya!

Cover: Middle East Eye

Comments

(0 comments)

Sister Sites Spotlight

Explore Girls Beyond