gagal menampilkan data

Article

Ternyata, 97% Karyawan Lakukan Quiet Covering, Ini Penyebab dan Dampak Nyatanya!

Written by Adila Putri Anisya

Beberapa tahun terakhir, dunia kerja ramai dengan istilah quiet quitting, di mana karyawan memilih bekerja sekedar memenuhi deskripsi kerja tanpa berlebihan. Namun kini, muncul fenomena baru bernama quiet covering. Apa itu?

Istilah tersebut mulai banyak dibicarakan, terutama di kalangan Gen Z yang sudah memasuki dunia kerja. Jadi, apa sebenarnya quiet covering dan kenapa karyawan melakukannya? Yuk, kita bahas di sini!

Baca juga: Tren Quite Quitting Makin Populer, Ini Alasan Para Karyawan Melakukannya 

Apa Itu Quiet Covering?

Apa Itu Quiet Covering?
Sumber foto: Pexels

Quiet covering adalah kecenderungan karyawan untuk menyembunyikan sisi pribadi mereka di tempat kerja. Misalnya, ada yang menyembunyikan usia, orientasi seksual, kondisi kesehatan mental, bahkan kebiasaan sehari-hari demi menghindari stereotip atau penilaian negatif.

Dilansir dari Forbes, Profesor Kenji Yoshino pertama kali memperkenalkan istilah covering untuk menggambarkan praktik ini. Intinya, seseorang berusaha “menyamarkan” identitasnya supaya sesuai dengan standar lingkungan kerja. 

Contohnya, seorang karyawan senior yang menutupi usianya karena takut dianggap enggak produktif, atau karyawan lain yang enggak terbuka soal kondisi kesehatan mentalnya agar tetap dipandang kompeten.

Sekilas, menyesuaikan diri memang terlihat wajar. Tapi jika dilakukan terus-menerus, quiet covering bisa jadi masalah besar karena menguras energi, menekan kreativitas, dan bikin seseorang merasa enggak benar-benar diterima di lingkungannya.

Bedanya dengan Quiet Quitting

Bedanya dengan Quiet Quitting
Sumber foto: Pexels

Sebelum membahas lebih jauh, penting juga memahami bedanya quiet covering dengan quiet quitting. Menurut Tech Target, quiet quitting adalah sikap bekerja sesuai deskripsi tanpa mau memberi lebih, biasanya dipicu burnout atau ketidakpuasan kerja.

Sementara itu, quiet covering lebih ke arah menyembunyikan jati diri demi bertahan atau terlihat lebih “layak” di mata perusahaan. Kalau quiet quitting bicara soal batasan kerja, quiet covering bicara soal identitas dan penerimaan. 

Dua fenomena ini sama-sama lahir dari rasa lelah terhadap budaya kerja yang menuntut banyak hal dari karyawan, termasuk “topeng profesionalisme” yang kadang terasa berlebihan.

Kenapa Quiet Covering Terjadi pada Karyawan?

Kenapa Quiet Covering Terjadi pada Karyawan?
Sumber foto: Pexels

Ada beberapa alasan kenapa karyawan memilih untuk quiet covering. Berdasarkan survei Hu-X x Hi-Bob yang dikutip Forbes, 97% karyawan mengaku pernah melakukannya, dan 67% melakukannya cukup sering. Berikut penyebab utamanya:

  • Ingin terlihat profesional (55%)
  • Butuh penerimaan sosial (48%)
  • Menghindari diskriminasi (46%)
  • Peluang promosi dan bonus (46%)
  • Mendapat review kinerja lebih baik (43%)

Praktik ini paling sering dilakukan di depan atasan langsung atau senior leader. Misalnya, karyawan muda yang menutupi pandangan politiknya, atau karyawan dengan disabilitas yang memilih diam agar enggak dianggap berbeda.

Baca juga: Fenomena Job Hugging: Saat Gen Z Terjebak Nyaman di Karier yang Bukan Mimpinya 

Gen Z dan Fenomena Quiet Covering

Gen Z dan Fenomena Quiet Covering
Sumber foto: Pexels

Generasi Z yang baru masuk dunia kerja ternyata paling rentan mengalami quiet covering. Menurut data Forbes, mereka dua kali lebih sering melakukannya dibanding generasi boomer. Bahkan, 56% Gen Z mengaku masih menutupi sisi pribadi mereka saat berbicara dengan HR.

Salah satu aspek yang sering ditutupi adalah kondisi kesehatan mental. Hampir separuh Gen Z enggak terbuka tentang tantangan psikologis atau kebiasaan self-care mereka. Hal ini dilakukan untuk menjaga citra profesional dan agar tetap dipandang sebagai kandidat yang layak dipromosikan.

Menurut Tia Katz, pendiri Hu-X, “Tatapan kosong Gen Z yang sering kita lihat bukan tanda pasif, tapi bentuk perlindungan diri. Mereka menaruh batasan emosional agar bisa bertahan di lingkungan kerja yang menuntut selalu tampil percaya diri dan antusias.” (dilansir Forbes).

Artinya, ekspresi Gen Z stare yang sering dianggap malas atau enggak peduli, sebenarnya bisa jadi tanda quiet covering.

Dampak Quiet Covering bagi Karyawan

Dampak Quiet Covering bagi Karyawan
Sumber foto: Pexels

Fenomena ini enggak bisa dianggap remeh karena dampaknya cukup serius. Survei Hu-X x Hi-Bob mencatat tujuh konsekuensi utama quiet covering di tempat kerja:

  • Menyebabkan stres sedang hingga berat (64%).
  • Menurunkan produktivitas (54%)
  • Menghambat perkembangan karier (40%)
  • Mengurangi keterlibatan kerja (56%)
  • Mempengaruhi kehidupan pribadi (43%)
  • Membatasi kreativitas dan inovasi (55%)
  • Menurunkan performa kerja (47%)

Apa yang Bisa Dilakukan Perusahaan?

Apa yang Bisa Dilakukan Perusahaan?
Sumber foto: Pexels

Fenomena quiet covering bisa jadi sinyal bagi perusahaan untuk berbenah. Seperti kata Katz, “Ketika keaslian dianggap sebagai liabilitas, perusahaan justru kehilangan kreativitas, produktivitas, dan inovasi.” (dilansir Forbes).

Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan organisasi:

  • Bangun budaya inklusif: hargai perbedaan identitas dan pengalaman karyawan.
  • Berikan ruang aman: buat forum atau support system di mana karyawan bisa terbuka tanpa takut dihakimi.
  • Hargai hasil, bukan topeng: fokus pada kompetensi dan kontribusi nyata, bukan seberapa baik karyawan “menyesuaikan diri” dengan standar semu.
  • Perjelas kebijakan teknologi: khususnya terkait penggunaan AI, agar karyawan enggak merasa harus sembunyi-sembunyi.
  • Fokus pada kesehatan mental: sediakan akses layanan konseling atau sesi check-in yang enggak hanya formal.

Pada akhirnya, tempat kerja yang sehat adalah yang memungkinkan karyawan menjadi dirinya sendiri, tanpa takut dihakimi atau kehilangan peluang. Karena ketika seseorang bisa bekerja dengan autentik, di situlah potensi terbaik mereka muncul. Gimana menurut kamu pandangan tentang quite covering ini?

Baca juga: Tips Hindari Depresi di Tempat Kerja, Ini 4 Langkahnya! 

Gabung discord Girls Beyond Circle dan dapatkan info ter-update istilah-istilah baru seputar dunia kerja lainnya!

Cover: Freepik

Comments

(0 comments)

Sister Sites Spotlight

Explore Girls Beyond