gagal menampilkan data

ic-gb
detail-thumb

Waspadalah! Ini 10 Red Flags Pertanda Kamu Terjebak di Lingkungan Kerja yang Toxic

Written by Angela Ranitta

Lingkungan kerja merupakan faktor yang sangat penting dalam melakukan suatu pekerjaan. Tentunya, kita semua mengharapkan lingkungan kerja yang kondusif, suportif, inklusif, serta progresif. Bekerja di lingkungan yang toxic nggak hanya berdampak buruk pada hasil kerjamu, tetapi juga kesehatan fisik maupun psikismu. 

Ironisnya, saat ini banyak banget perusahaan maupun pekerja yang menormalisasi hustle culture. Hustle culture merupakan budaya kerja semaksimal mungkin dan istirahat seminimal mungkin. Budaya kerja ini sudah cukup lama dikritik karena dianggap mempromosikan toxic productivity yang berdampak negatif terhadap kesehatan pekerja. 

Tidak sedikit perusahaan yang menormalisasi hustle culture dan toxic productivity.

Walau begitu, nggak sedikit perusahaan yang masih menerapkan hustle culture, terlebih di masa pasca pandemi COVID-19. Pandemi COVID-19 yang melanda sejak tahun 2020 telah membawa banyak perubahan dalam berbagai sektor. Nggak cuma sektor kesehatan, tetapi perekonomian pun sangat terdampak oleh pandemi. Saat ini, kita telah memasuki masa pemulihan pasca pandemi COVID-19. Banyak perusahaan yang memanfaatkan masa-masa ini untuk mengejar ketertinggalan akibat pandemi dengan menerapkan hustle culture.

Di sisi lain, fenomena PHK massal sebagai buntut dari pandemi sekaligus inflasi membuat begitu banyak pekerja dirundung kekhawatiran Belum lagi, ancaman resesi di tahun 2023 mendatang telah menimbulkan kepanikan di tengah masyarakat. Akibatnya, banyak orang yang asal mencari kerja tanpa mempertimbangkan bibit, bebet, dan bobot perusahaan. Sebab, yang dipikirkan hanyalah,”Yang penting dapet kerja aja dulu. Kalau ditunda-tunda, belum tentu ada kesempatan lain.” 

Lalu, gimana caranya mengetahui kalau lingkungan kerja kamu banyak red flag-nya? Nah, berikut adalah sejumlah pertanda bahwa kamu sedang terjebak di lingkungan kerja yang toxic. Yuk, simak!

Baca juga: Berniat untuk Career Switch? Ini 7 Hal yang Wajib Kamu Ketahui Sebelumnya!

Tak Ada Boundaries

Red flag yang paling sering ditemukan di lingkungan kerja toxic adalah minimnya boundaries. Berikut adalah beberapa contoh ketiadaan boundaries di tempat kerja:

  • Dituntut untuk selalu stand by dan siap dihubungi selama 24 jam penuh
  • Menghubungi di luar jam atau hari kerja, termasuk ketika sedang cuti
  • Meminjam atau mengambil barang milikmu tanpa izin 
  • Ikut campur dalam urusan pribadimu yang nggak ada kaitannya dengan pekerjaan
  • Nggak mengizinkanmu untuk menolak permintaan atasan, serta memberikan tekanan kepadamu apabila kamu melakukannya

Pelanggaran terhadap boundaries tentunya bisa bikin kamu merasa nggak nyaman atau kurang dihargai. Karenanya, berhati-hatilah apabila lingkungan kerjamu menunjukkan tanda-tanda seperti di atas.

Baca juga: Bagaimana Caranya Berhenti Menjadi People Pleaser?

Beban atau Jam Kerja Berlebihan

Berdasarkan UU Cipta Kerja, jam kerja yang layak adalah 7 jam per hari (untuk 6 hari kerja dengan 1 hari istirahat) atau 8 jam per hari (untuk 5 hari kerja dengan 2 hari istirahat). Dalam kata lain, total jam kerja dalam seminggu adalah 40 jam. Kalau perusahaanmu menetapkan jam kerja yang melebihi aturan tersebut, itu artinya kamu berada di lingkungan yang toxic

Nggak cuma jam kerja, beban kerja yang berlebihan juga merupakan red flag perusahaan. Apalagi kalau kamu diminta untuk melakukan pekerjaan yang nggak sesuai job description maupun kontrak kerja yang sudah kamu sepakati. 

Baca juga: Tips Buat Kamu yang Mulai Kembali Work from Office (WFO)

Mempersulit Pegawai Ketika Hendak Cuti

Berdasarkan UU Ketenagakerjaan, ada berbagai jenis cuti yang berhak didapatkan oleh pegawai. Berikut adalah jenis-jenis cuti dalam dunia kerja:

  • Cuti tahunan minimal 12 hari dalam satu tahun
  • Cuti sakit, bisa diambil apabila ada surat keterangan dokter serta tidak melampaui 12 bulan berturut-turut
  • Cuti melahirkan selama 3 bulan untuk ibu dan 3 hari untuk ayah
  • Cuti menstruasi selama 2 hari per bulan
  • Cuti karena alasan penting, misalnya menikah (3 hari) atau menikahkan anak (2 hari), mengkhitankan atau membaptiskan anak (2 hari), istri melahirkan atau keguguran (2 hari), dan anggota keluarga meninggal dunia (1-2 hari)
  • Cuti besar minimal 2 bulan setelah 6 tahun bekerja di suatu perusahaan

Jika tempat kamu bekerja mempersulitmu ketika hendak cuti, artinya kamu sedang terjebak di lingkungan kerja yang toxic. Sebab, hak cuti pegawai telah diatur oleh undang-undang dan perusahaan dilarang keras untuk melanggarnya. Selain itu, perhatikan juga skema gaji kamu selama cuti, ya. Sebab, negara juga menetapkan bahwa pegawai tetap berhak menerima gaji selama mengambil cuti. 

Perilaku Mikroagresif, Seksis, dan Intoleran 

Mikroagresi merupakan perkataan atau perbuatan diskriminatif yang dilakukan secara halus atau tak langsung. Diskriminasi tersebut dapat berbasis SARA, gender, seksualitas, dan sebagainya. Misalnya, perempuan kerap dianggap kurang logis, hanya mengandalkan perasaan, terlalu sensitif, dan sebagainya. Lalu, rekan kerjamu berkata kepadamu,”Untuk ukuran perempuan, kamu tegas banget, lho.” Sekilas, kalimat tersebut terdengar seperti pujian, tetapi sebenarnya itu adalah bentuk mikroagresi. 

Perilaku mikroagresif, seksis, maupun intoleran merupakan red flag di dunia kerja. Hal ini menandakan bahwa sebenarnya kamu sedang terjebak dalam lingkungan yang judgemental, serta kurang menjunjung nilai-nilai keberagaman dan kesetaraan. Selain perilaku mikroagresif, kamu juga perlu berhati-hati terhadap lingkungan kerja yang menormalisasi candaan kurang pantas. Misalnya, candaan rasis, intoleran, seksis, atau body-shaming

Adanya Persaingan yang Kurang Sehat

Setiap orang tentunya perlu memiliki daya kompetisi. Namun, daya kompetisi yang berlebihan justru bisa merugikan diri sendiri maupun orang lain. Nggak jarang hal ini membuat kamu menjadi orang yang egois, perfeksionis, serta arogan. 

Di tempat kerja, biasanya kamu nggak cuma dituntut bekerja secara individu, tetapi juga dalam tim. Jika lingkungan kerjamu memiliki kebiasaan bersaing yang kurang sehat, hal ini bisa menjadi kendala tersendiri. Ada banyak contoh persaingan yang kurang sehat. Misalnya, mencuri ide orang lain dan mengklaimnya sebagai milikmu, sehingga kamu mendapat pujian dan penghargaan dari atasan. 

Senioritas dan Ageisme Berlebihan

Senioritas adalah tindakan diskriminasi dari orang yang memiliki pangkat atau jabatan lebih superior ke mereka yang lebih inferior. Sementara itu, ageisme adalah tindakan diskriminasi berbasis usia. Ageisme bisa dilakukan oleh orang yang lebih tua ke orang yang lebih muda, atau sebaliknya.

Di tempat kerja, tentunya kamu perlu menjaga sopan santun, terutama dengan mereka yang usianya lebih tua atau jabatannya lebih tinggi. Namun, kalau sampai terjadi senioritas atau ageisme berlebihan, kamu perlu berhati-hati. Dua tindakan diskriminatif ini umumnya ditandai dengan perilaku gila hormat atau merendahkan orang lain. 

Sering Terjadi Miskomunikasi dan Konflik yang Tak Terselesaikan

Apakah kamu sering mengalami miskomunikasi dengan atasan maupun rekan kerja? Atau banyak konflik di lingkungan kerja yang dibiarkan tanpa penyelesaian begitu saja? Kalau jawabannya iya, kemungkinan kamu sedang berada di lingkungan kerja yang toxic

Kita memang nggak mungkin menghindari konflik di dunia kerja. Itu sebabnya setiap orang perlu memiliki skill komunikasi serta problem solving yang baik. Membiarkan konflik tanpa penyelesaian hanya akan menghambat kinerja kamu ke depannya. Terlebih jika kamu perlu sering-sering bekerja dalam tim dengan rekan-rekanmu.

Pergantian Pegawai yang Terlalu Sering

Pergantian pegawai yang terlalu sering atau cepat merupakan salah satu indikasi lingkungan kerja yang toxic. Hal ini bahkan bisa kamu lihat sebelum melamar ke suatu perusahaan. Jika kamu melihat perusahaan tersebut sering membuka lowongan pada posisi yang sama dalam jangka waktu yang relatif singkat, sebaiknya kamu urungkan niatmu melamar ke sana. 

Pergantian pegawai yang terlalu sering merupakan pertanda bahwa perusahaan nggak bisa menciptakan suasana kerja yang nyaman. Hal ini juga bisa disebabkan oleh perlakuan diskriminatif dari perusahaan. Misalnya, memberikan upah yang nggak layak, mempersulit pegawai saat hendak mengajukan cuti, jam kerja berlebihan, dan sebagainya.

Baca juga: Tips Bangkit Lagi Setelah Kena PHK

Pegawai Merasa Tak Termotivasi

Cobalah perhatikan rekan-rekan kerjamu di kantor. Apakah mereka selalu merasa demotivasi? Seberapa puas mereka terhadap hasil kerjanya sendiri? Lalu, cobalah tanya ke dirimu sendiri. Apa yang kamu rasakan selama bekerja di sana? Jika kamu atau rekan-rekanmu sulit menemukan motivasi dalam bekerja, kemungkinan kalian sedang berada di lingkungan kerja yang toxic.

Merasa bosan atau jenuh dengan pekerjaan itu wajar. Namun, jika terlalu sering mengalaminya, apalagi kesulitan mengelola stres, kamu perlu waspada. Lingkungan kerja yang sehat adalah lingkungan kerja yang selalu bisa membuat kamu merasa termotivasi dalam melakukan pekerjaanmu.

Baca juga: 6 Rekomendasi Film yang Bikin Kamu Makin Semangat di Tempat Kerja

Tak Ada Ruang untuk Berkembang

Pernahkah kamu mendengar pepatah bahwa belajar adalah proses seumur hidup? Belajar nggak cuma dilakukan di sekolah atau ruang-ruang kelas saja. Kamu selalu bisa belajar di mana saja dan kapan saja, termasuk di lingkungan kerja. Sebab, meskipun kamu sudah berstatus sebagai pekerja, bukan berarti proses pengembangan dirimu berhenti begitu saja.

Oleh karenanya, lingkungan kerja yang nggak memberi ruang bagi pekerja untuk berkembang adalah lingkungan kerja yang toxic. Misalnya, nggak ada kenaikan jabatan atau penghasilan yang signifikan meskipun kamu sudah bekerja bertahun-tahun di sebuah perusahaan. Atau atasan yang menutup diri dari ide-ide baru serta perubahan. 

Lingkungan kerja yang seperti ini nggak cuma bikin kamu jenuh, tetapi juga berbahaya bagi keberlangsungan kariermu di masa depan. Seandainya suatu hari kamu harus mencari kerja di tempat lain, bisa jadi kamu kesulitan mendapatkan pekerjaan baru. Sebab, recruiter merasa kamu nggak punya daya jual yang lebih menarik dari kandidat pegawai lainnya. 

Baca juga: Susah Cari Kerja? Jangan-jangan Kamu Alami Skills Gap

Jangan ragu untuk meninggalkan lingkungan kerja toxic yang menghambat perkembangan dirimu.

Jika kamu menemukan hal-hal di atas di lingkungan kerjamu, maka sebaiknya kamu nggak tinggal diam. Kamu bisa mencoba untuk menyampaikan keluh-kesahmu ke bagian personalia (human resource) maupun ke atasanmu. Apabila hal tersebut dirasa nggak memungkinkan, kamu bisa mempertimbangkan untuk mencari pekerjaan di tempat lain.

Baca juga: Bekerja Secukupnya dengan Quiet Quitting

Jangan pernah ragu untuk meninggalkan lingkungan kerja yang toxic. Kamu pasti bisa menemukan lingkungan kerja yang lebih sehat dan bisa membuatmu berkembang secara lebih optimal. Semangat dan semoga beruntung, girls!

Kalau kamu pengen sharing seputar karier, yuk gabung dengan Girls Beyond Circle! Klik di sini untuk join, ya!