
65 Juta Pemuda Indonesia Siap Jadi Agen Perubahan Lewat Diskusi Local Youth Actions for the SDGs and Beyond
Sekarang ini, ada lebih dari 65 juta anak muda di Indonesia. Jumlah ini cukup besar, bahkan setara hampir sepertiga dari total penduduk Indonesia. Artinya, apa yang kita (yes, anak muda) lakukan hari ini bakal sangat berpengaruh ke masa depan bangsa, apalagi menjelang visi Indonesia Emas 2045.
Maka dari itu, momen Hari Pemuda Internasional 11 Agustus 2025 kemarin dijadikan ajang diskusi bareng UNDP Indonesia, Kemenpora, dan UNESCO bertema “Local Youth Actions for the SDGs and Beyond”.
Topiknya cukup serius, yakni tentang gimana anak muda bisa jadi agen perubahan lewat inovasi, sportivitas, pendidikan, sampai budaya dengan isu yang dekat sama kita sehari-hari.
Baca juga: Mengenal Karakter Gen Z: Benarkah Generasi Manja?
Anak Muda adalah Agen Perubahan
Dalam diskusi yang dipandu Veronika Krasnasari (Sustainability Advocate), Nila Murti dari UNDP Indonesia menekankan pentingnya memberi ruang bagi anak muda untuk berkembang. Menurutnya, banyak ide brilian lahir dari generasi muda, tapi sering terhenti karena minim akses, modal, dan wadah yang mendukung.
“Banyak pemuda punya potensi besar untuk berkolaborasi dengan masyarakat maupun tokoh di komunitasnya. Peran kami adalah memastikan ide-ide mereka bisa berkembang lewat pelatihan, peningkatan kapasitas, dan dukungan pendanaan,” jelas Nila (dilansir dari UNDP Indonesia).
Salah satu program nyata yang udah jalan adalah Youth Co-Lab, yang fokus membantu anak muda bangun wirausaha sosial di enam provinsi Indonesia. Jadi, enggak cuma sebatas ide, tapi ada jalan buat realisasi.
Dari sisi pemerintah, Hasintya Saraswati dari Kemenpora menekankan pentingnya local heroes. Intinya, pemuda enggak harus tunggu panggung internasional dulu buat jadi agen perubahan. Bahkan hal-hal kecil yang dilakukan di komunitas bisa punya impact besar.
“Kami ingin pemuda jadi agen perubahan, enggak cuma di forum internasional, tapi juga di lingkungan sekitar mereka,” kata Hasintya.
Anak Muda Banyak Ide Tapi Kurang Dikasih Panggung
UNESCO juga sepakat: masalah utama anak muda bukan kurang ide, tapi kurang panggung buat mengeksekusinya.
Gunawan Zakki dari UNESCO bilang, “Pemuda harus dipercaya. Kami membangun hubungan yang menumbuhkan keyakinan bahwa anak muda siap, mampu, dan bisa berkontribusi nyata. Tapi kepercayaan ini harus didampingi dengan dukungan yang jelas, mulai dari akses, pelatihan, sampai platform yang memadai.”
Karena itu, UNESCO punya konsep Youth as Champion, sebuah wadah agar anak muda bisa berkarya di bidang yang deket sama hidup kita: pendidikan, sains, budaya, dan komunikasi. Jadi, anak muda enggak cuma nonton perubahan, tapi jadi pemain utama.
Baca juga: 5 Kebiasaan Gen Z yang Bisa Menghambat Kesuksesan Karier di Kantor, yang Terakhir Suka Enggak Sadar
Tantangan Generasi Muda di Era Digital
Meskipun punya energi dan kreativitas besar, para pemuda masih menghadapi sejumlah tantangan. Setidaknya ada tiga isu utama yang disoroti UNDP, Kemenpora, dan UNESCO:
- Digitalisasi sebagai pedang bermata dua
- Kesenjangan akses dan kesetaraan, terutama bagi perempuan muda
- Minimnya platform untuk menyalurkan ide
Digitalisasi menjadi salah satu faktor paling berpengaruh. Menurut UNDP, teknologi dan kecerdasan buatan (AI) memang bisa menjadi peluang besar, tetapi juga berisiko jika tidak diimbangi regulasi dan literasi digital yang baik. Melalui program Skill Our Future yang didukung Microsoft, UNDP berupaya memberikan pelatihan AI agar anak muda lebih siap menghadapi dunia digital.
UNESCO pun menilai perkembangan AI akan sangat memengaruhi kehidupan generasi muda. Bersama Kementerian Komunikasi Digital (Komdigi), UNESCO melakukan asesmen regulasi AI yang beretika sesuai Recommendation on the Ethics of Artificial Intelligence yang diadopsi global.
Selain itu, UNESCO juga memperkuat literasi media dan informasi (media and information literacy/MIL). Tujuannya agar pemuda bisa lebih kritis menghadapi misinformasi, ujaran kebencian, dan penyalahgunaan media sosial, serta mampu menggunakan platform digital untuk menyebarkan pesan perdamaian.
Isu Kesetaraan Gender: PR yang Masih Besar
Selain digitalisasi, kesenjangan gender juga menjadi perhatian utama. Menurut Nila Murti dari UNDP, perempuan muda sering kali menghadapi tantangan berlapis. Mereka harus bekerja lebih keras untuk mendapatkan kesempatan yang sama dengan laki-laki, apalagi jika berasal dari latar belakang pendidikan atau ekonomi terbatas.
“Perempuan sering kali harus bekerja lebih keras untuk setara dengan laki-laki, sehingga kita harus mendorong program-program yang dibuat dan didesain khusus untuk memfasilitasi kebutuhan perempuan muda,” ungkap Nila.
Salah satu solusi yang digagas UNDP adalah Program Movers, yang mengusung prinsip youth empowering youth. Program ini memungkinkan anak muda menjadi pelatih bagi komunitasnya sendiri, sehingga partisipasi bisa lebih inklusif dan merata.
Baca juga: Perusahaan Banyak Pecat Gen Z di 2024, Ini Beberapa Alasannya
Kolaborasi Menuju Indonesia Emas 2045
Diskusi ini juga ngebahas program-program kolaboratif yang sudah dijalankan. Misalnya:
- UNDP membuat program Upskilling Youth lewat Skill Our Future, kerja sama dengan 26 universitas (termasuk kampus tier tiga) agar akses pelatihan enggak cuma buat anak-anak kampus besar.
- Kemenpora & Kemenkeu bikin LPDP Keolahragaan dan inisiatif Collab Rangers bareng 18 kementerian buat latih pemuda menghadapi pra-bencana.
- UNESCO punya program literasi laut, perubahan iklim, serta media & information literacy yang relevan banget sama tantangan zaman.
Semua program ini tujuannya sama: membuat ekosistem yang lebih ramah buat anak muda berkembang, supaya target Indonesia Emas 2045 bisa tercapai.
Harapan dan Pesan Buat Gen Z
Di akhir diskusi, ketiga lembaga sepakat sama satu hal: percaya sama anak muda, kasih panggung, dan buka peluang. Itu kunci buat menjadikan pemuda agen perubahan.
Gunawan Zakki dari UNESCO bilang, “Pemuda adalah motor penggerak pembangunan. Tantangannya bukan minim ide, tapi gimana caranya kasih ruang biar ide-ide itu bisa tumbuh.”
Jadi, jangan nunggu jadi “seseorang” dulu baru bisa berkontribusi. Mulai dari hal kecil di sekitar, bareng komunitas, atau bahkan lewat dunia digital yang sekarang udah jadi bagian hidup kita.
Baca juga: 43% Gen Z Alami Money Dysmorphia, Cek Penyebab & Tanda-tandanya!
Kalau bukan kita, siapa lagi? Yuk, bareng-bareng bikin aksi nyata dari sekarang!
—
Gabung discord Girls Beyond Circle dan dapatkan informasi menarik lainnya.
Comments
(0 comments)