43% Gen Z Alami Money Dysmorphia, Cek Penyebab & Tanda-tandanya!
Pernah merasa stres atau cemas melihat orang lain tampak lebih sukses secara finansial di media sosial? Mungkin kamu sedang mengalami yang namanya money dysmorphia.
Fenomena ini, yang semakin banyak dialami oleh Gen Z, bisa dipicu oleh berbagai faktor, seperti inflasi dan ketidakpastian ekonomi. Tapi, bukan hanya Gen Z, milenial pun bisa merasakannya, terutama karena media sosial yang membuat kita sering membandingkan diri dengan orang lain.
Nah, apa sih sebenarnya money dysmorphia, tanda-tanda, dan yang lebih penting, bagaimana cara mengatasinya? Yuk, simak penjelasannya!
Baca juga: Kenali Penyebab Doom Spending yang Bikin Gen Z Disebut “Miskin”
Apa itu Money Dysmorphia?
Money dysmorphia adalah perasaan ketidakpuasan yang mendalam terhadap keadaan keuangan diri sendiri.
Istilah ini sebenarnya tidak diakui secara resmi dalam diagnosa medis, namun konsepnya diambil dari gangguan dismorfik tubuh, di mana seseorang terlalu fokus pada kekurangan mereka yang bahkan tidak terlihat oleh orang lain, seperti ketidaksempurnaan fisik.
Dalam konteks keuangan, money dysmorphia muncul ketika ada perbedaan besar antara bagaimana seseorang melihat keadaan keuangan mereka dengan kenyataan di luar sana.
Hal ini seringkali disebabkan oleh kecemasan finansial, pengalaman buruk dengan uang di masa lalu, atau terus-menerus membandingkan diri dengan orang lain.
Media sosial memainkan peran besar dalam hal ini, karena banyak orang memamerkan gaya hidup yang tampaknya jauh dari jangkauan kita, yang dapat menambah perasaan tidak cukup.
Singkatnya, money dysmorphia adalah perasaan bahwa kita tidak memiliki cukup uang atau gaya hidup yang “sesuai”, meskipun kenyataannya tidak demikian. Ini adalah distorsi persepsi yang dipengaruhi oleh tekanan eksternal dan perasaan cemas terhadap masa depan keuangan.
Baca juga: Benarkah Gen Z Dianggap Mudah Resign? Ini Alasannya!
3 Jenis Money Dysmorphia
Money dysmorphia bisa muncul dalam berbagai bentuk, dan Dr. Kiran Dintyala, seorang dokter yang ahli dalam stres, membaginya menjadi tiga kategori utama.
Dikutip dari US News Money, setiap kategori ini dapat memengaruhi kondisi keuangan dan kesejahteraan emosional seseorang secara berbeda.
1. Obsesi Menghasilkan Uang
Meskipun sudah mencapai stabilitas finansial, ada perasaan bahwa uang yang dimiliki masih belum cukup.
Orang dalam kategori ini mungkin merasa tertekan dan terdorong untuk terus bekerja keras, berpikir bahwa kebahagiaan hanya bisa dicapai jika memiliki lebih banyak uang.
Padahal, secara objektif, mereka sudah berada dalam posisi keuangan yang aman, namun perasaan tidak pernah cukup tetap ada.
2. Penimbunan Uang
Jenis ini terjadi ketika seseorang merasa tidak nyaman untuk menghabiskan uang, meskipun memiliki cukup banyak di rekening.
Orang dengan kecenderungan ini cenderung menghindari pembelian barang berkualitas atau bahkan kebutuhan dasar yang lebih baik, hanya untuk menjaga uang tetap ada di bank.
Liburan, hiburan, atau pengeluaran yang dianggap tidak penting menjadi sangat terbatas, meskipun mereka sebenarnya mampu untuk menikmatinya.
3. Belanja yang Merugikan
Berbeda dengan penimbunan uang, jenis ini justru muncul ketika seseorang merasa terpaksa untuk membeli barang-barang mahal meski tidak mampu atau tidak sesuai dengan anggaran mereka.
Keinginan untuk merasa cukup atau “terlihat sukses” seringkali mengarah pada pengeluaran yang tidak bijaksana, bahkan jika mereka merasa bersalah setelah melakukannya.
Sayangnya, meskipun merasa tidak puas, mereka terus terjebak dalam kebiasaan ini.
Baca juga: Impulse Buying adalah Pembelian Spontan: Ini 4 Dampak Psikologisnya
Tanda-tanda Seseorang Mengalami Money Dysmorphia
Dikutip dari Very Well Mind, menurut Dr. Joshi, money dysmorphia bisa muncul dengan cara yang berbeda-beda pada tiap orang. Berikut beberapa tanda yang bisa diwaspadai:
- Terus-menerus khawatir tidak memiliki cukup uang meskipun sudah stabil secara finansial.
- Obsesi dengan pengeluaran kecil atau merasa bingung dalam mengambil keputusan finansial.
- Menghindari pengeluaran sama sekali, bahkan untuk kebutuhan dasar.
- Membandingkan keadaan keuangan dengan orang lain, yang menimbulkan rasa tidak cukup.
- Menghindari pembicaraan tentang uang karena merasa cemas atau malu.
- Merasa bersalah setelah mengeluarkan uang, meskipun untuk kebutuhan penting.
- Terus-menerus merasa harus menghasilkan lebih banyak uang, meskipun sudah mandiri finansial.
- Membeli barang mahal untuk merasa lebih baik atau “cukup.”
Baca juga: Bukan Pelit, Tapi Hemat! Frugal Living adalah Gaya Hidup Menuju Kebebasan Finansial
Kenapa Money Dysmorphia Rentan Dialami Gen Z?
Money dysmorphia bisa muncul karena berbagai alasan, dan setiap orang bisa mengalaminya dengan cara yang berbeda.
Dilansir dari Very Well Mind, beberapa faktor yang memengaruhi termasuk ketidakpastian ekonomi, budaya perbandingan, tekanan dari hustle culture, serta pengalaman masa lalu yang berhubungan dengan keuangan.
Penelitian menunjukkan bahwa banyak dari mereka merasa “tertinggal” karena membandingkan diri dengan gaya hidup yang mereka lihat di Instagram, TikTok, atau Facebook.
Saat ini juga anak-anak mudah banyak yang menghadapi tantangan finansial, seperti gaji yang tidak sesuai dengan gaya hidup, biaya hidup yang tinggi, dan tekanan untuk menghabiskan uang agar mampu “masuk” dengan teman-teman mereka.
Pernyataan tersebut pun diperkuat melalui hasil survei tahun 2023 untuk Edelman Financial Engines
Dalam survei tersebut dinyatakan bahwa sebanyak 43% Gen Z dan 41% milenial telah mengalami gangguan money dysmorphia, lebih banyak dibandingkan generasi yang lebih tua.
Salah satu penyebabnya adalah waktu yang lebih banyak dihabiskan di media sosial, yang membuat mereka lebih sering membandingkan diri dengan orang lain dan merasa harus mengikuti gaya hidup tertentu, meskipun kenyataannya mereka belum mampu secara finansial.
Baca juga: Financial Freedom Adalah: Pengertian dan 7 Tahapan untuk Mencapainya
Cara Mengatasi Money Dysmorphia
Bagaimana cara menghentikan dismorfia uang? Jika kamu mengalaminya, ada beberapa langkah yang bisa diambil untuk mengatasinya:
- Kenali Tanda-Tandanya: Menjadi sadar akan pola pikir dan perilaku yang tidak sehat terkait uang adalah langkah pertama. Dengan menyadari hal ini, kamu bisa mencari dukungan untuk perubahan.
- Cari Bantuan Profesional: Konsultasi dengan terapis atau konselor keuangan yang ahli dalam perilaku finansial. Selain itu, terapi perilaku kognitif (CBT) adalah salah satu cara efektif untuk membantu mengubah pola pikir yang tidak sehat.
- Baca Buku tentang Keuangan: Sekarang ini ada banyak sekali buku tentang keuangan yang bisa kamu praktikan dalam kehidupan sehari-hari. Klik di sini untuk rekomendasi bukunya.
- Tinjau Keuanganmu: Periksa pemasukan dan pengeluaran setiap bulan untuk memahami aliran kasmu. Tentukan apa yang benar-benar penting bagimu, seperti menabung untuk rumah atau pensiun, dan buat rencana untuk mencapainya.
- Tentukan Tujuan yang Realistis: Buat tujuan keuangan yang realistis dan rencanakan anggaran. Bagilah tujuan besar menjadi langkah-langkah kecil yang bisa dicapai untuk membangun kepercayaan diri.
- Buat Rencana: Buat rencana untuk mencapai tujuanmu. Misalnya, otomatisasikan tabungan dan pembayaran tagihan agar uang tersebut dikeluarkan sebelum kamu sempat menghabiskannya.
- Fokus pada Diri Sendiri: Batasi waktu di media sosial atau ambil jeda. Fokuslah pada keputusan yang membuatmu bahagia, bukan untuk mengikuti gaya hidup orang lain.
- Latih Mindfulness: Praktikkan meditasi mindfulness untuk lebih sadar akan perilaku dan perasaan terkait uang.
- Berlatih untuk Bersikap Baik pada Diri Sendiri: Jangan terlalu keras pada diri sendiri. Pengelolaan uang adalah keterampilan yang bisa dipelajari. Rayakan kemajuan, sekecil apa pun, dan perlakukan dirimu dengan baik agar hubungan dengan uang menjadi lebih sehat.
Baca juga: Sisi Positif & Negatif Gaya Hidup ‘YOLO’ yang Jadi Tren Anak Muda Sekarang
Apakah kamu termasuk orang yang mengalami money dysmorphia? Yuk, diskusi lebih lanjut dengan teman-teman di komunitas Girls Beyond Circle!
Cover: Pexels
Comments
(0 comments)