Kenali Penyebab Doom Spending yang Bikin Gen Z Disebut "Miskin"
Penyebab doom spending seringkali berkaitan dengan perasaan stres, atau cemas. Banyak dari kita yang mungkin tidak sadar bahwa keadaan tersebut dapat mendorong perilaku belanja yang sia-sia.
Meskipun tampak seperti pelarian sementara, kebiasaan ini bisa berdampak serius pada kondisi keuangan. Khususnya bagi generasi milenial dan Gen Z yang di usia dewasa ini sudah mulai mandiri secara finansial namun seringkali terjebak dalam godaan untuk membeli barang-barang yang tidak diperlukan.
Lalu, apa sebenarnya yang mendorong fenomena doom spending ini? Mari kita selami lebih dalam untuk memahami definisi dan penyebab di balik perilaku ini.
Baca juga: Impulse Buying adalah Pembelian Spontan: Ini 4 Dampak Psikologisnya
Apa itu Doom Spending?
Doom spending adalah fenomena yang menggambarkan kebiasaan seseorang mengeluarkan uang sia-sia hanya untuk mengatasi stres di kondisi keuangan yang tidak stabil.
Istilah ini awalnya dikenal sebagai “terapi belanja,” sebuah aktivitas yang dianggap mampu meningkatkan suasana hati dengan merangsang pelepasan hormon dopamin, yang memberikan rasa bahagia sesaat.
Namun, sejak tahun 2020, istilah ini menjadi “doom spending” yang merujuk pada perilaku belanja impulsif tanpa mempertimbangkan dampaknya pada keuangan masa depan.
Dalam banyak kasus, mereka yang terjebak dalam doom spending mungkin merasakan kecemasan terkait kemampuan mereka untuk membayar tagihan, menabung, atau bahkan mencicil rumah.
Alih-alih menghadapi kekhawatiran tersebut, mereka justru cenderung mengalihkan perhatian dengan berfoya-foya membeli barang-barang yang sebenarnya tidak perlu.
Uang yang seharusnya dialokasikan untuk kebutuhan penting seringkali terbuang sia-sia demi kepuasan sesaat. Ini menciptakan ‘lingkaran setan’ di mana mereka semakin terjebak dalam masalah finansial, yang justru memperburuk stres yang ingin mereka atasi.
Generasi Milenial dan Gen Z Mendominasi Fenomena Doom Spending
Tren doom spending saat ini semakin merebak, terutama di kalangan generasi muda di Amerika.
Menurut laporan dari Money US News, studi yang dilakukan oleh Credit Karma menunjukkan bahwa sekitar 27% orang Amerika berbelanja sebagai respons terhadap stres. Angka ini melonjak lebih tinggi, mencapai 35% di kalangan Gen Z dan 43% di kalangan milenial
Kendall Meade, seorang perencana keuangan bersertifikat, menjelaskan bahwa banyak anak muda merasa putus asa akibat tingginya harga rumah dan beban utang pinjaman mahasiswa.
Keterpurukan ini mendorong mereka untuk menghabiskan sisa uang yang mereka miliki setiap bulan, alih-alih menabung untuk masa depan.
Cameron Burskey juga menambahkan bahwa generasi ini tumbuh di tengah ketidakstabilan ekonomi, dengan upah stagnan dan biaya hidup yang terus meningkat. Semua faktor penyebab doom spending ini berkontribusi pada meningkatnya kecemasan finansial yang dirasakan oleh mereka.
Baca juga: Cocok untuk Gen Z! 5 Bank Digital Terbaik 2024: Mudah dan Banyak Promonya
Fenomena Doom Spending di Indonesia
Di Indonesia, fenomena doom spending mungkin memiliki beberapa pandangan berbeda. Di satu sisi, ada yang merasa bahwa berbelanja impulsif adalah cara untuk mengatasi stres daripada menabung untuk tujuan yang tampak sulit dicapai. Namun, di sisi lain, ada juga yang rela menabung untuk menciptakan masa depan yang stabil.
Melalui CNN Indonesia, Arif Budimanta, staf khusus presiden bidang ekonomi, mengungkapkan pandangannya tentang para pakar yang menyebut Gen Z dan milenial “miskin” akibat tren doom spending.
Arif menegaskan bahwa pernyataan tersebut masih merupakan proyeksi yang belum tentu mencerminkan kenyataan. Ia percaya bahwa generasi muda, terutama Gen Z, memiliki potensi untuk mengelola keuangan mereka dengan baik dan bertanggung jawab.
“Saya memiliki keyakinan, Gen Z itu kan, pendidikannya baik. Mereka lebih accountable (bertanggung jawab) dalam mengelola pengeluaran,” kata Arif.
Penyebab Doom Spending
Fenomena yang merugikan ini tentunya tidak akan terjadi apabila apa penyebabnya. Berikut ini adalah beberapa faktor penyebab doom spending di generasi muda sekarang:
1. Kecemasan tentang Kondisi Finansial
Kecemasan finansial menjadi salah satu faktor utama yang mendorong perilaku doom spending, terutama di kalangan generasi muda.
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Credit Karma, sebanyak 16% dari responden Gen Z merasa khawatir dengan keamanan pekerjaan mereka secara umum, sementara 23% lainnya khawatir tidak menemukan pekerjaan dengan gaji yang layak. Selain itu, 21% di antaranya cemas mengenai kemungkinan penurunan upah.
Secara keseluruhan, 71% dari Gen Z dan milenial melaporkan bahwa mereka merasa stres mengenai kondisi keuangan mereka. Tekanan ini seringkali menjadi pemicu perilaku impulsif.
2. Terpapar Berita Buruk: Kemiskinan, Pencurian, Pembunuhan, dan lainnya
Di sisi lain, Yiya Baekstrom, dosen senior keuangan di King’s Business School, turut memberikan perspektifnya terkait fenomena doom spending.
Dalam wawancaranya dengan CNBC Africa, ia menyebut bahwa salah satu penyebab perilaku ini adalah paparan berita buruk yang terus-menerus dialami oleh Gen Z, terutama dari platform online.
Informasi negatif tanpa henti seperti kemiskinan, pencurian, pembunuhan, dan lainnya yang berkaitan dengan ekonomi, membuat generasi ini merasa seolah-olah dunia sedang menuju kehancuran.
Rasa cemas dan ketidakpastian inilah yang akhirnya memicu mereka untuk mencari pelarian melalui kebiasaan belanja impulsif.
3. FOMO Akibat Media Sosial
Media sosial juga menjadi penyebab doom spending, bahkan memainkan peran besar dalam memperburuk fenomena ini.
Cameron Burskey menjelaskan bahwa platform media sosial dapat memperkuat perasaan tidak mampu atau FOMO (fear of missing out).
Perasaan ini muncul ketika seseorang merasa tertinggal atau tidak mampu mengikuti tren sosial yang terlihat di media.
Melihat kehidupan glamor orang lain, pencapaian teman-teman, atau tren terbaru membuat banyak orang merasa harus “ikut-ikutan” agar tidak dianggap tertinggal.
Hal ini mendorong mereka untuk menghabiskan uang demi menyesuaikan diri dengan norma sosial yang berlaku di dunia maya. Akibatnya, banyak yang terjebak dalam lingkaran belanja impulsif hanya demi memenuhi ekspektasi sosial yang sebenarnya tidak relevan dengan kondisi keuangan pribadi mereka.
4. Perasaan Tidak Mampu Mencapai Tujuan karena “Serba Mahal”
Menurut CNBC.com, Gen Z dan milenial berisiko menjadi generasi pertama yang hidup lebih miskin dari orang tua mereka.
Ini dibuktikan dari hasil survei CNBC International Your Money yang menunjukkan hanya 36,5% orang dewasa merasa kondisi finansial mereka lebih baik, sementara 42,8% merasa lebih buruk dibandingkan generasi sebelumnya.
Yiya Baeckstrom mengatakan, banyak anak muda merasa tidak akan pernah bisa mencapai apa yang diraih orang tua mereka (contoh: membeli rumah, memulai sebuah keluarga)
Akibatnya, mereka sering terjebak dalam pengeluaran impulsif yang memberi ilusi kontrol, padahal sebenarnya semakin menjauhkan dari stabilitas finansial di masa depan.
Baca juga: Lebih Baik Cicil Rumah atau Apartemen? Gen Z Wajib Tahu Plus-Minusnya!
Alih-alih terjebak dalam doom spending saat stres, yuk coba cari cara lain untuk meredakan tekanan tanpa harus menguras dompet.
Ada banyak kegiatan yang bisa kamu lakukan, seperti olahraga di rumah atau sekitar lingkungan, berkumpul dengan sahabat di rumah, atau bermeditasi untuk melatih pengendalian diri.
Dengan begitu, kamu bisa menghindari penyebab doom spending dan tetap menjaga keuangan tetap stabil.
—
Yuk, ikut kegiatan bermanfaat dengan bergabung di Girls Beyond Circle. Temukan berbagai event seru tentang pengembangan diri dan karier yang bisa kamu ikuti!
Cover: Pexels
Comments
(0 comments)