Ada Apa dengan Anak Perempuan Tertua? Kenalan dengan Eldest Daughter Syndrome
“Capek nggak, sih jadi anak perempuan pertama? Harus selalu kuat dan bisa diandalkan oleh semua orang.”
Sering banget nggak, sih kita melihat kalimat tersebut di media sosial? Ya, belakangan ini, diskursus tentang struggle anak perempuan pertama memang sedang cukup ramai. Sebab, ternyata hampir semua anak perempuan pertama punya struggle dan kepribadian serupa. Loh, kok bisa? Padahal ‘kan kita lahir dan dibesarkan di lingkungan yang berbeda-beda.
Psikiater Alfred Adler pernah mengatakan bahwa birth order atau urutan kelahiran anak dapat membentuk kepribadian seseorang. Hal ini dikarenakan masyarakat, di mana pun mereka berada, memiliki stigma, cara pandang, serta pola asuh yang secara umum sama terhadap seseorang berdasarkan urutan kelahirannya.
Misalnya, anak sulung umumnya dididik lebih keras daripada adik-adiknya. Sebab, mereka dituntut untuk menjadi sosok yang bisa ditiru dan diandalkan oleh saudaranya yang jauh lebih muda. Karenanya, nggak jarang anak sulung lekat dengan stereotip mandiri, perfeksionis, tangguh, dan sebagainya. Anak sulung juga kadang dilabeli sebagai sosok yang bossy, dominan, dan keras kepala karena terbiasa menjadi sosok yang membuat keputusan, mengarahkan orang lain, dan mencari solusi atas berbagai masalah.
Baca juga: Tantangan Menjadi Anak Perempuan Pertama
Why Is Being An Eldest Daughter Such A Big Deal?
Baca juga: Selain “Little Women”, Ini Film dan Drama Kim Go-eun yang Wajib Kamu Tonton
Beban dan stigma anak sulung sebenarnya dialami oleh setiap anak sulung tanpa memandang jenis kelaminnya. Namun, kenapa, sih first-born struggle ini seolah menjadi sebuah big deal buat anak perempuan tertua?
Seorang ahli psikoterapi bernama N. Morris mengatakan ini karena anak perempuan tertua terbiasa menanggung tanggung jawab yang besar sejak usia belia. Anak perempuan tertua cenderung dituntut untuk dewasa lebih cepat daripada anak laki-laki. Secara umum, masyarakat memandang perempuan sebagai sosok caregiver dengan sifat-sifat mengayomi, selfless, dan menaruh perhatian pada hal-hal kecil. Nggak jarang orang tua menuntut anak perempuan tertuanya untuk jadi “orang tua ketiga” bagi adik-adiknya.
Di satu sisi, ini terlihat seperti pola asuh yang positif, karena mendidik anak agar terbiasa mandiri dan peduli dengan lingkungan sekitar sejak dini. Namun, di sisi lain, anak perempuan tertua merasakan tekanan yang cukup kuat akibat pola asuh tersebut. Pada dasarnya, mereka sama seperti anak-anak lainnya yang masih ingin bermain-main.
Fenomena ini bisa kamu lihat dari sejumlah public figure yang berstatus sebagai anak perempuan tertua di keluarganya. Contohnya, Taylor Swift, Oprah Winfrey, Beyoncé, Irene “Red Velvet”, dan mendiang Ratu Elizabeth II. Mereka semua dikenal sebagai perempuan yang hardworking, ambisius, serta memiliki aura dominan atau pemimpin yang sangat kuat.
Baca juga: Tak Cuma Ratu Elizabeth II, Berikut 5 Pemimpin Perempuan Hebat dari Seluruh Dunia
Anak perempuan tertua juga nggak jarang dituntut untuk menjadi sempurna secara akademik. Menurut sebuah studi dari Scientific American, anak perempuan tertua memiliki kemungkinan terbesar untuk mencapai kesuksesan dibandingkan sibling type lainnya. Studi tersebut mengungkapkan bahwa anak perempuan tertua 16% lebih berprestasi secara akademik daripada adik-adiknya. Selain itu, persentase anak perempuan tertua yang menuntut ilmu sampai ke jenjang perguruan tinggi lebih banyak 4% daripada anak sulung laki-laki.
Pola asuh dan stigma yang dilekatkan pada anak perempuan tertua ini melahirkan sebuah kondisi yang disebut sebagai eldest daughter syndrome alias sindrom anak perempuan tertua.
Karakteristik Eldest Daughter Syndrome
Seorang anak perempuan tertua yang mengalami eldest daughter syndrome tentunya memiliki karakteristik tersendiri yang khas. Berikut adalah beberapa tanda kamu mengalami sindrom anak perempuan tertua:
Kompetitif
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, anak perempuan tertua seringkali dituntut untuk sempurna dalam segala hal, termasuk bidang akademik. Karenanya, nggak heran kalau mereka jadi punya daya saing yang tinggi.
Sifat kompetitif yang dimiliki anak perempuan tertua juga bisa berasal dari rasa cemburu pada adik-adiknya. Sebagai anak pertama dan satu-satunya, kamu menerima begitu banyak perhatian dari orang tuamu. Apalagi kalau kamu sekaligus punya posisi sebagai cucu dan keponakan pertama di keluarga besarmu. Rasanya seperti kamu jadi pusat dunia!
Eh, tiba-tiba adikmu lahir, dan seluruh perhatian kini tertuju padanya. Tiba-tiba kamu disuruh berbagi mainan atau makanan kesukaanmu dengan adik. Ketika kamu dan adikmu sama-sama menginginkan sesuatu, kamu yang diminta mengalah karena lebih tua. Orang tua kadang nggak menyadari bahwa hal-hal seperti ini sangat menjengkelkan dan sulit dipahami oleh anak kecil, sekalipun ia punya peran sebagai kakak.
Nah, sifat ini kadang tumbuh jadi sifat kompetitif yang kurang sehat. Karena dituntut harus berprestasi dan dimarahi kalau nilaimu turun, kamu rela menghalalkan segala cara ketika hendak mencapai sesuatu. Karena oleh keluarga kamu selalu dituntut untuk mengalah, ketika kamu berada di luar rumah kamu bela-belain “senggol bacok” demi mendapatkan apa yang kamu mau.
Baca juga: 8 Beasiswa Khusus Perempuan, Kamu Perlu Tahu!
Dominan
Sebagai anak tertua, kamu terbiasa dibebani tanggung jawab yang lebih besar daripada adik-adikmu. Kamu sering disuruh untuk membantu atau membimbing adik-adikmu. Pola asuh ini membuat anak perempuan tertua tumbuh menjadi pribadi yang dominan.
Sifat ini pun seringkali terbawa ke lingkup lainnya di luar keluarga, seperti pertemanan, sekolah, tempat kerja, hingga hubungan percintaan. Kamu yang merupakan anak perempuan tertua, coba diingat-ingat semasa sekolah atau kuliah sering banget nggak, sih jadi ketua kelompok? Atau di circle pertemanan, kamu selalu jadi orang yang merencanakan hangout. Bahkan, kamu juga yang menentukan kapan dan di mana mau nongkrong sama teman-temanmu.
Sifat dominan ini sebenarnya bagus, kok karena melatih skill kepemimpinan, problem solving, dan decision making dalam diri kamu. Ketika kamu sudah bekerja, karirmu bisa berkembang pesat karena atasan atau rekan kerjamu merasa kamu selalu bisa dipercaya untuk menempati posisi-posisi strategis.
Namun, apabila nggak dikendalikan, sifat ini bikin kamu jadi pribadi yang egois dan control freak. Pokoknya, semua harus sesuai keinginan kamu! Kamu juga kurang sreg ketika bertemu dengan orang yang lebih superior, yang bisa mengatur dan menentukan keputusan untukmu.
Baca juga: Nggak Cuma Fella dan Sarah, 5 Tokoh Perempuan dalam Film Indonesia Ini Nggak Kalah Keren!
Perfeksionis
Lagi-lagi, karena anak perempuan tertua selalu dituntut sempurna dan bisa melakukan segala hal, akhirnya mereka pun tumbuh jadi pribadi yang perfeksionis. Kamu memiliki ekspektasi yang tinggi terhadap segala hal dan setiap orang yang kamu temui. Kamu selalu ingin semuanya berjalan dengan lancar sesuai dengan keinginan atau bayanganmu.
Sifat perfeksionis itu nggak selamanya jelek, kok. Seseorang yang perfeksionis cenderung hardworking karena mereka punya standar keberhasilan yang tinggi. Mereka juga punya kemampuan problem solving yang baik, karena biasanya mereka sudah menyiapkan rencana B, rencana C, dan sebagainya apabila rencana A nggak berjalan sesuai harapan.
Namun, sifat perfeksionis juga kadang-kadang bikin kamu jadi pribadi yang susah percaya sama orang lain. Kamu merasa orang lain nggak bisa bekerja sebaik dirimu hanya karena mereka punya metode yang berbeda dalam melakukan sesuatu dan memecahkan masalah. Kamu juga seringkali terlalu keras dan sulit menghargai diri sendiri, karena merasa semua yang kamu lakukan jauh dari kata “sempurna”.
Baca juga: Kisah Perempuan Indonesia yang Sukses Bangun ‘Empire’ Mereka Sendiri
Selfless
Seperti yang kita tahu, anak perempuan tertua dituntut untuk selalu mengalah dan memberi perhatian kepada adik-adiknya. Hal ini membuat mereka tumbuh menjadi pribadi yang selfless. Mereka terbiasa memprioritaskan orang lain, serta memiliki kepedulian yang sangat tinggi.
Namun, terkadang sifat selfless yang berlebihan ini justru bikin kamu jadi selfish ke diri sendiri. Kamu selalu mendahulukan kepentingan orang lain, dan menghabiskan waktu serta tenagamu untuk mereka, sampai-sampai kamu lupa merawat dirimu sendiri.
Bahkan nggak jarang sifat selfless yang ditanamkan dalam diri anak perempuan tertua ini bikin mereka punya tendensi menjadi people pleaser. Hayo, kamu yang anak perempuan tertua, sering nggak, sih merasa nggak enakan sama orang lain? Walaupun kamu sering mengomel karena merasa nggak dipedulikan dan dimanfaatkan, tapi ujung-ujungnya kamu tetap mengiyakan permintaan orang. Bahkan kamu rela mengorbankan diri hanya untuk menyenangkan orang lain.
Baca juga: 5 Pahlawan Perempuan Indonesia Super Inspiratif yang Sering Terlupakan
Percaya Diri
Anak perempuan tertua relatif memiliki kepercayaan diri yang lebih tinggi daripada saudara-saudaranya yang lebih muda. Hal ini dikarenakan sejak usia dini kamu sudah terbiasa memiliki tanggung jawab besar. Kamu sudah biasa menjadi sosok pemimpin dan panutan, dan tentunya peran tersebut menuntut dirimu untuk terlihat lebih menonjol daripada orang lain. Kepercayaan dirimu pun otomatis terlatih dari hal-hal seperti ini.
Meski begitu, kepercayaan diri yang tinggi terkadang dibarengi dengan ego yang tinggi pula. Akibatnya, nggak jarang kamu bersikap keras kepala atau arogan, karena kamu merasa dirimu lebih baik dan mampu daripada orang lain.
Baca juga: Kenalan dengan Imposter Syndrome, Musuh Perempuan dalam Meraih Kesuksesan
Nah, itu tadi alasan mengapa anak perempuan tertua punya karakteristik yang khas, serta apa saja sifat-sifat yang biasa ditemui dalam diri mereka. Karakteristik anak perempuan tertua seperti sebuah koin yang memiliki dua muka, alias bisa menjadi sifat yang positif atau negatif. Semua itu tergantung bagaimana kamu menerima, menyikapi, serta mengelola kepribadian yang kamu miliki.
Baca juga: Rekomendasi Film tentang Kemerdekaan Perempuan yang Wajib Kamu Tonton
Kamu pengen sharing lebih banyak seputar keluarga, relationship, atau struggle kamu sebagai anak perempuan tertua? Yuk, gabung dengan Girls Beyond Circle! Klik di sini untuk join, ya!
Comments
(0 comments)