
Kontroversi Tren Trad Wife yang Mulai Diadopsi Gen Z, Apa Kata Ahli?
Berbeda dengan “ibu rumah tangga” tren “trad wife” belakangan ini menjadi sorotan, terutama setelah salah satu kreator asal Amerika Serikat, Hannah, viral dengan julukan “Queen of Trad Wives”.
Di balik kontennya yang menampilkan kehidupan rumah tangga ideal, dari membuat kue hingga merawat anak, terdapat banyak pertanyaan tentang keaslian citra yang ditampilkan.
Banyak yang aneh dengan gaya hidup sederhana yang dipamerkan, padahal suaminya berasal dari keluarga kaya.
Lantas, apa sebenarnya trad wife itu, dan mengapa tren ini bisa memicu kontroversi serta perbincangan hangat di media sosial?
Baca juga: Soft Saving Jadi Cara Gen Z untuk Hidup Seimbang di Masa Kini & Masa Depan
Apa itu Trad Wife?
Menurut Wikipedia, trad wife, singkatan dari traditional wife, merujuk pada perempuan yang memilih menjalani peran istri dan ibu rumah tangga dengan gaya hidup tradisional.
Mereka percaya bahwa peran gender tradisional dalam pernikahan memberikan harmoni dalam kehidupan keluarga.
Banyak trad wife yang memutuskan untuk meninggalkan karier mereka demi fokus mengurus rumah tangga.
Mereka menjalani berbagai aktivitas seperti memasak, membersihkan, mencuci, hingga merawat kebun sayur.
Perhatian utama mereka biasanya tertuju pada pengasuhan anak-anak dan menciptakan lingkungan keluarga yang nyaman.
Biasanya, mereka lebih menyukai pembagian peran yang jelas dalam rumah tangga: suami bertanggung jawab atas keuangan dan kebutuhan materi, sementara mereka mengelola urusan rumah tangga sehari-hari.
Pilihan hidup seperti ini seringkali dilihat sebagai bentuk pengabdian dan dedikasi mereka terhadap keluarga.
Mengapa Tren Trad Wife Jadi Kontroversi?
Tren trad wife telah memicu kontroversi karena mengangkat kembali peran gender tradisional dan dampaknya terhadap hak-hak perempuan serta norma sosial.
Gerakan ini mirip dengan ideologi tahun 1950-an, yang anehnya semakin populer di media sosial, terutama di TikTok, di mana hashtag #Tradwife telah mencapai jutaan tampilan.
Dirangkum dari Global News dan Forbes, berikut adalah beberapa alasan mengapa tren ini menuai kontroversi:
1. Penguatan Peran Gender Tradisional
Para kritikus menganggap gerakan trad wife justru mengukuhkan peran gender yang sudah usang dan menghambat kemajuan menuju kesetaraan gender.
Dengan menggambarkan gaya hidup di mana perempuan lebih banyak berperan sebagai pengurus rumah tangga dan pengasuh anak, gerakan ini seolah-olah menganggap bahwa peran tersebut bukan hanya diinginkan, tetapi juga wajib dijalani.
Hal ini dianggap sebagai peristiwa “kemunduran” karena mengingatkan kembali pada masa di mana hak-hak perempuan sangat terbatas dan kemandirian mereka tergantung pada suami.
2. Ekspektasi yang Tidak Realistis
Gambaran kehidupan trad wife seringkali menampilkan pandangan ideal yang tidak realistis tentang kehidupan keluarga.
Banyak kritikus yang menyoroti bahwa konten yang dibagikan oleh para trad wives seringkali tidak mengakui tantangan nyata dalam kehidupan rumah tangga, seperti tekanan keuangan dan beban emosional yang datang dengan mengelola rumah tangga.
Pemuliaan gaya hidup ini dapat menimbulkan rasa tidak puas bagi perempuan yang tidak memiliki pilihan untuk menjalani gaya hidup seperti itu, atau bagi mereka yang merasa kewalahan dengan tuntutan kehidupan modern.
3. Keterkaitan dengan Ideologi Sayap Kanan
Ada juga kekhawatiran mengenai keterkaitan gerakan trad wife dengan ideologi sayap kanan yang lebih konservatif.
Beberapa peneliti berpendapat bahwa tren ini bukan hanya soal pilihan pribadi, tetapi juga terkait dengan gerakan politik yang mempromosikan sentimen anti-feminis.
Keterkaitan ini memunculkan kecemasan bagaimana ideologi tersebut bisa dinormalkan melalui estetika dan narasi yang menarik di media sosial, yang berpotensi mengarah pada kemunduran di kalangan perempuan muda.
4. Ketergantungan Finansial dan Kerentanannya
Banyak kritik yang menyoroti bahaya ketergantungan finansial pada satu penghasilan, yang sering kali dipromosikan dalam narasi trad wife.
Tren ini dapat mendorong perempuan untuk meninggalkan pendidikan dan ambisi karier demi menjalani kehidupan rumah tangga, yang membuat mereka rentan jika terjadi perceraian atau kesulitan ekonomi.
Ini justru menciptakan siklus ketergantungan yang dapat merugikan kemandirian dan keamanan finansial perempuan.
5. Dampak Psikologis
Psikolog memperingatkan bahwa tren trad wife bisa memiliki dampak psikologis yang merugikan bagi perempuan, karena bisa menumbuhkan perasaan tidak cukup atau gagal bagi mereka yang tidak bisa memenuhi standar ideal yang digambarkan.
Fokus gerakan ini pada penyerahan diri dan peran tradisional juga dapat memperburuk dinamika yang tidak sehat dalam hubungan, yang berpotensi memicu situasi abusif.
Baca juga: 43% Gen Z Alami Money Dysmorphia, Cek Penyebab & Tanda-tandanya!
Milenial dan Gen Z di Amerika Mulai Meninggalkan Dunia Kerja dan Memilih Menjadi Trad Wife
Dilansir dari Today.com, sejumlah milenial dan Gen Z kini memilih untuk meninggalkan dunia kerja dan mengadopsi gaya hidup sebagai trad wife, seperti yang dilakukan oleh Estee Williams, seorang istri berusia 25 tahun.
Williams memilih untuk fokus pada pekerjaan rumah tangga dan mengutamakan pelayanan kepada suaminya, Conner, yang bekerja sebagai tukang listrik.
Ia merasa lebih puas dengan peran tradisional ini, yang tidak hanya didorong oleh kebutuhan ekonomi, tetapi juga oleh keyakinan pribadi untuk menjalani hidup yang lebih sederhana dan berdasarkan nilai-nilai konservatif.
Gerakan trad wife ini banyak diikuti oleh perempuan yang merasa lelah dengan tekanan dunia kerja modern dan mendambakan kehidupan yang lebih sesuai dengan peran gender tradisional, di mana perempuan mengurus rumah dan keluarga.
Mereka memilih untuk fokus pada tugas rumah tangga dan mendukung suami sebagai pencari nafkah utama, meskipun tidak semua trad wife sepakat dengan pandangan yang sama mengenai peran dalam pernikahan.
Apa Perbedaan Trad Wife dengan Ibu Rumah Tangga?
Penting untuk memahami perbedaan antara trad wife dan ibu rumah tangga, meskipun keduanya sama-sama memilih untuk tinggal di rumah. Namun, keduanya sebenarnya sangat berbeda.
Trad wife seringkali dikaitkan dengan ideologi yang lebih dalam tentang peran gender tradisional.
Dikutip dari Parents, menurut Meg Tibayan, parenting expert, mereka bukan hanya memilih untuk fokus pada kehidupan rumah tangga, tetapi juga mempromosikan kembalinya peran gender yang dianggap lebih “alami”.
Dalam pandangan ini, peran perempuan sebagai pengurus rumah dan pengasuh anak dianggap sebagai kewajiban yang lebih mendalam, bahkan bisa dianggap bertentangan dengan nilai-nilai feminisme modern.
Di sisi lain, ibu rumah tangga umumnya tidak selalu mengidentifikasi diri dengan ideologi tertentu.
Banyak ibu rumah tangga memilih untuk tetap di rumah karena kebutuhan praktis, seperti biaya pengasuhan anak yang tinggi atau kurangnya akses ke layanan perawatan anak.
Gaya hidup ini sering kali bersifat sementara, dan ibu rumah tangga mungkin berencana untuk kembali bekerja ketika keadaan memungkinkan.
Sementara trad wife sering kali melihat peran domestik sebagai pilihan permanen yang berfokus pada nilai-nilai tradisional, ibu rumah tangga mungkin melihatnya sebagai solusi jangka pendek yang bersifat praktis, bukan ideologi yang harus dijalani sepanjang hidup.
Tanggapan Ahli Mengenai Tren Trad Wife, Apakah Baik?

Stephanie Coontz, pakar studi keluarga, melalui Today.com menyarankan agar setiap keluarga memilih jalan hidupnya sendiri tanpa terbawa tren media sosial seperti trad wife. Ia mengingatkan bahwa gaya hidup ini bisa berbahaya jika tidak dipertimbangkan dengan matang.
Coontz khawatir gerakan ini meyakinkan perempuan muda bahwa bergantung sepenuhnya pada suami sebagai pencari nafkah utama dapat menyelesaikan semua masalah mereka di dunia kerja.
Padahal, risiko seperti kehilangan pekerjaan, kematian pasangan, perlakuan buruk, atau bahkan ditinggalkan seringkali diabaikan dalam tren ini.
Ia juga menyoroti bahwa pada era 1950-an, banyak perempuan yang menjalani peran tradisional menghadapi masalah serius, seperti kurangnya perlindungan hukum, ketidaksetaraan gender, dan risiko penyalahgunaan dalam rumah tangga.
Menurut Coontz, jika para trad wife tidak memastikan bahwa gaya hidup ini terbebas dari risiko-risiko tersebut, maka ini bukanlah pilihan yang aman atau realistis. Sebaliknya, gaya hidup ini lebih menyerupai angan-angan “romantis” tanpa landasan yang kuat.
Baca juga: Fenomena Healing Pengaruhi Kesehatan Mental Gen Z: Bisa Berdampak Buruk?
Cover: Los Angeles Times
Comments
(0 comments)