gagal menampilkan data

Article

Kenapa Istilah Rojali dan Rohana Viral? Ini Penjelasan Sosial dan Psikologisnya

Written by Adila Putri Anisya

Belakangan ini, media sosial ramai membahas dua istilah baru yang cukup unik: Rojali dan Rohana. Bukan nama orang, tapi sebutan yang disematkan pada sekelompok pengunjung mall yang punya kebiasaan serupa. Istilah ini mendadak viral dan jadi bahan obrolan netizen karena dianggap relate dan menghibur di saat bersamaan.

Sebenarnya, siapa sih Rojali dan Rohana itu? Dan kenapa istilah ini bisa muncul dan menyebar luas? Yuk, simak ulasannya berikut!

Baca juga: 8 Brand Baju Casual di Mall yang Anti-Gagal, Ada Uniqlo hingga ZARA 

Apa itu Istilah Rojali dan Rohana?

Apa itu Istilah Rojali dan Rohana?
Sumber foto: Pexels

Istilah ‘Rojali’ adalah singkatan dari ‘Rombongan Jarang Beli.’ Hal ini merujuk pada sekelompok orang yang datang ke mal bareng-bareng, tapi cuma jalan-jalan, lihat-lihat toko, atau nongkrong di food court tanpa benar-benar belanja. Mereka lebih menikmati suasana mal, numpang Wi-Fi, atau sekadar ngadem di ruangan ber-AC.

Sementara itu, ‘Rohana’ adalah singkatan dari ‘Rombongan Hanya Nanya.’ Kalau yang ini beda tipis dengan Rojali. mereka rajin tanya-tanya soal barang atau harga, tapi akhirnya enggak beli juga. 

Ibaratnya, Rohana itu versi lebih aktif dari Rojali, karena mereka sering bikin SPG atau karyawan toko berharap, tapi zonk di akhir.

Alasan Kemunculan Istilah 

Alasan Kemunculan Istilah
Sumber foto: Pexels

Dilansir dari detikFinance, Rojali dan Rohana sebenarnya bukan hal baru. Menurut Direktur Bina Usaha Perdagangan Kementerian Perdagangan, Septo Soepriyatno, perilaku ini mulai terlihat sejak pandemi berakhir. 

Banyak orang rindu berinteraksi dan butuh tempat buat kumpul atau sekadar melepas penat. Dari situlah pusat perbelanjaan jadi destinasi utama.

Melihat perubahan ini, beberapa mall mulai mengubah konsep. Bukan lagi sekadar tempat belanja, tapi juga jadi ruang sosial.

“Contohnya Plaza Semanggi yang sekarang jadi Plaza Nusantara. Sekarang sudah jadi pusat perbelanjaan yang mana konsep berubah sangat total sekarang. Bagaimana menciptakan ruang-ruang yang memang dibutuhkan oleh masyarakat untuk berinteraksi. Itu yang sangat diperlukan sekarang,” ujar Septo.

Menteri Perdagangan Budi Santoso juga menanggapi fenomena ini dengan santai. Menurutnya, Rojali sudah ada sejak dulu, hanya sekarang istilahnya saja yang baru.

“Kita tuh bebas mau beli di online, mau beli di offline. Dari dulu fenomena itu (rojali) juga ada. Namanya orang dari dulu ‘kan juga begitu. Orang mau belanja, dicek dulu, yang ingin lihat barangnya bagus atau tidak, harganya seperti apa,” katanya, Rabu (23/7/2025).

Baca juga: 6 Experience Spot Jakarta yang Cocok Buat Family Time, Date, Hangout 

Kenapa Masih Pergi ke Mall Meski Enggak Belanja?

Kenapa Masih Pergi ke Mall Meski Enggak Belanja?
Sumber foto: Pexels

Meski kantong pas-pasan, banyak orang tetap memilih pergi ke mall. Alasannya beragam. Ada yang sekadar ingin menikmati suasana adem khas pusat perbelanjaan, ada juga yang merasa mall lebih nyaman dan keren dibanding tempat lain.

“Banyak orang dari kelas menengah ke atas saat ini lebih memilih mall daripada pasar biasa karena mereka menganggapnya keren dan nyaman,” kata Erum Hafeez, seorang profesor dari universitas swasta, seperti dikutip dari laman Dawn.

Apalagi kalau dihitung-hitung, biaya ke mall bisa sangat minim. Paling cuma bayar parkir atau ongkos transportasi. Sisanya? Nikmati fasilitas gratis yang ada, dari AC, tempat duduk nyaman, sampai Wi-Fi.

Sudut Pandang Psikologis tentang Perilaku ‘Rojali’ dan ‘Rohana’

Sudut Pandang Psikologis tentang Perilaku 'Rojali' dan 'Rohana'
Sumber foto: Pexels

Fenomena Rojali dan Rohana ternyata bisa dilihat juga dari sudut pandang psikologis. Meski banyak dari mereka yang tak belanja, pengalaman ke mall tetap memberikan efek emosional dan psikologis yang kuat. 

Salah satunya karena aktivitas “jalan-jalan di mall” sering kali memberi sensasi yang bikin bahagia, dan ini bukan cuma perasaan, tapi memang didukung oleh penelitian.

Menurut Dr. Susan Albers, psikolog dari Cleveland Clinic, “Research suggests there’s significant psychological and therapeutic value to shopping, when done in moderation, of course.” Artinya, aktivitas seperti melihat-lihat barang, mencoba baju, atau sekadar mengisi keranjang belanja tanpa benar-benar membeli bisa memicu hormon bahagia seperti dopamin dan serotonin. Bahkan, kesenangan itu bisa dimulai sebelum berangkat, karena otak kita sudah terangsang oleh rasa antisipasi.

Dari sisi lain, studi di ScienceDirect juga menunjukkan bahwa tampilan menarik di etalase toko bisa memengaruhi perilaku konsumen. Semakin menarik desain jendela toko, semakin besar kemungkinan orang tertarik untuk masuk ke dalam. Kreativitas tampilan ini bisa membentuk persepsi positif tentang produk, usaha toko, hingga membuat orang merasa nyaman meskipun hanya melihat-lihat.

Baca juga: Kenali Penyebab Doom Spending yang Bikin Gen Z Disebut “Miskin” 

Sudut Pandang Psikologis tentang Perilaku 'Rojali' dan 'Rohana'
Sumber foto: Pexels

Menariknya, efek visual seperti ini lebih kuat bagi orang yang tidak terlalu sering berbelanja. Jadi, buat para Rojali dan Rohana, pengalaman “window shopping” justru bisa jadi momen healing, bukan hanya kegiatan iseng.

Dr. Albers juga menjelaskan bahwa berkunjung ke pusat perbelanjaan bisa memberi rasa kontrol, sesuatu yang sangat dibutuhkan saat orang merasa hidupnya sedang enggak pasti. Membuat keputusan, meskipun sekecil memilih ingin beli apa atau sekadar mengabaikannya, mampu memulihkan rasa percaya diri dan kendali atas hidup.

Selain itu, suasana mall yang penuh cahaya, musik, wangi makanan, dan desain visual yang menarik, bisa memberi rangsangan sensorik yang membuat otak lupa sejenak dari stres sehari-hari. Bahkan tanpa belanja, aktivitas ini bisa bikin hati lebih adem.

Jadi, kalau kamu merasa tenang setelah keliling mall tanpa bawa pulang belanjaan, itu bukan hal aneh. Ada banyak alasan psikologis yang mendukung kenapa “retail therapy” tetap bisa efektif, meski hanya sekadar cuci mata.

Baca juga: Cara Mencegah Boros Keuangan di Era ‘Cashless Society’ 

Mau tahu hal-hal viral lainnya? Jangan lupa gabung discord Girls Beyond Circle untuk berita ter-update!

Cover: Freepik

Comments

(0 comments)

Sister Sites Spotlight

Explore Girls Beyond